TABARRUJ MERUSAK MUSLIMAH



TABARRUJ MERUSAK MUSLIMAH

Versi Ilmiah Buletin Dakwah Kontemporer


1. Pendahuluan

Fenomena tabarruj (berhias dan menampakkan kecantikan secara berlebihan di hadapan non-mahram) mengalami peningkatan besar dalam era digital, terutama melalui budaya konten visual, fashion viral, dan pencarian perhatian (attention economy). Dalam Islam, tabarruj bukan sekadar gaya hidup, namun bentuk pelanggaran syariat yang berdampak spiritual, sosial, dan moral.

Perhatian ulama klasik hingga kontemporer sangat besar terhadap isu ini karena tabarruj merusak kemuliaan muslimah dan membuka pintu fitnah di tengah masyarakat.


2. Definisi Tabarruj dalam Perspektif Syariat

Secara bahasa, tabarruj berarti menampakkan keelokan. Ibn Katsir menjelaskan:

التَّبَرُّجُ هُوَ إِظْهَارُ الزِّينَةِ
“Tabarruj adalah menampakkan perhiasan (kecantikan).”[1]

Syaikh al-Albani memperluas makna tersebut:

“Tabarruj mencakup segala bentuk penampakan kecantikan yang mengundang pandangan laki-laki, baik lewat pakaian, make-up, gaya berjalan, maupun postingan gambar.”[2]


3. Dalil Al-Qur’an dan Hadis

a. Larangan Tabarruj dalam Al-Qur’an

(1) Surah Al-Ahzab Ayat 33

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَاهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah seperti tabarruj-nya perempuan jahiliah dahulu.”
(QS. Al-Ahzab: 33)

Ayat ini menjadi landasan pokok bahwa tabarruj adalah ciri masyarakat jahiliah.

(2) Surah An-Nur Ayat 31

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan (aurat dan kecantikan) kecuali yang tampak (yang dibolehkan).”

Ayat ini menegaskan bahwa perhiasan yang boleh tampak hanya wajah dan telapak tangan menurut sebagian ulama, sementara lainnya melarang kecuali kondisi darurat.


b. Dalil Hadis

(1) Hadis tentang wanita berpakaian tetapi telanjang

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ... نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
“Ada dua golongan penghuni neraka… wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang.”
(HR. Muslim no. 2128)

Para ulama menafsirkannya:

  • memakai pakaian ketat,
  • tipis/transparan,
  • memperlihatkan lekuk tubuh,
  • atau sengaja memancing syahwat.

(2) Hadis tentang bahaya fitnah wanita

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidak ada fitnah terbesar bagi laki-laki setelahku selain wanita.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini bukan menyalahkan wanita, tetapi mengingatkan pentingnya menjaga diri dari aspek yang memicu fitnah—salah satunya tabarruj.


4. Mengapa Tabarruj Merusak Muslimah?

(Analisis Ilmiah Kontemporer)

1. Merusak Identitas Iman dan Iffah

Islam memuliakan wanita dengan hijab dan kesederhanaan. Tabarruj menurunkan derajat kemuliaan diri menjadi objek visual. Dr. Yusuf al-Qaradawi menegaskan bahwa tabarruj menggeser nilai wanita dari subjek kehormatan menjadi objek komodifikasi visual.[3]

2. Membuka Pintu Fitnah Sosial

Psikologi modern menunjukkan bahwa pamer kecantikan di ruang publik meningkatkan risiko pelecehan, self-objectification, dan ketidakstabilan mental.[4] Tabarruj mendorong interaksi yang tidak sehat antara lawan jenis.

3. Menguatkan Budaya Hedonisme & Konsumerisme

Industri fashion, make-up, dan konten memproduksi standar kecantikan tidak realistis. Muslimah dijadikan target agar terus membeli, mengikuti tren, dan bersaing secara visual. Ini melahirkan budaya riya’ visual.

4. Mengikis Rasa Malu (Hayā’)

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ
“Setiap agama punya akhlak khusus, dan akhlak Islam adalah rasa malu.”
(HR. Ibn Majah)

Tabarruj adalah antitesis dari hayā’.

5. Merusak Rumah Tangga dan Stabilitas Moral

Konten tabarruj di media sosial menjadi pemicu selingkuh digital, kecemburuan berlebihan, dan keretakan rumah tangga. Banyak kasus terjadi karena “like” terhadap foto terbuka.


5. Bentuk-Bentuk Tabarruj Modern

  1. Pakaian ketat, tipis, membentuk lekuk tubuh meski berjilbab.
  2. Hijab syar’i secara fungsi tetapi modis berlebihan (mode untuk menarik perhatian).
  3. Make-up tebal di hadapan non-mahram.
  4. Konten foto/video: selfie sensual, pamer outfit, mimik menggoda, reels/TikTok dance.
  5. Aksesoris mencolok yang menarik perhatian publik.
  6. Parfum menyengat di jalan—Rasulullah ﷺ melarang wanita keluar dengan bau harum yang tercium laki-laki asing.[5]

6. Kaidah Fikih Penting

(1) Sadd al-Dzari’ah

Segala sarana menuju kemungkaran harus dicegah. Tabarruj adalah pintu awal kerusakan sosial.

(2) “Mafsadah didahulukan untuk dicegah”

Dar’u al-mafāsid muqaddam ‘alā jalb al-maṣāliḥ — tidak ada maslahat dari tabarruj yang dapat mengalahkan mudaratnya.

(3) Aurat adalah kehormatan (‘ird)

Dalam maqāṣid al-syarī‘ah, menjaga kehormatan termasuk tujuan pokok syariat.


7. Solusi dan Pendidikan Karakter Muslimah Modern

  1. Memahami konsep hijab syar’i: bukan sekadar kain, tapi komitmen identitas iman.
  2. Pendidikan hayā’ sejak dini—di rumah dan sekolah.
  3. Literasi media sosial: kontrol diri, etika digital, dan filter konten.
  4. Menghadirkan teladan muslimah salehah: istri Nabi, sahabiyah, dan tokoh modern.
  5. Dukungan lingkungan: keluarga, komunitas muslimah, majelis ilmu.
  6. Menjaga niat: fokus pada kesederhanaan, bukan mencari validasi.

8. Penutup

Tabarruj adalah fenomena destruktif yang merusak spiritualitas, mentalitas, dan moralitas kaum muslimah. Islam bukan mengekang wanita, tetapi memuliakannya melalui penjagaan kehormatan. Ketika muslimah meninggalkan tabarruj dan menjaga iffah, ia menjadi cahaya ummat—pelindung kehormatan, bukan objek komodifikasi visual.


— FOOTNOTE —

[1] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz 3.
[2] Al-Albani, Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah.
[3] Yusuf al-Qaradawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam.
[4] Fredrickson & Roberts, Objectification Theory, Psychology of Women Quarterly.
[5] Hadis: “Wanita yang keluar memakai parfum lalu baunya tercium, ia adalah pezina.” (HR. Abu Dawud no. 4173).


DAFTAR PUSTAKA

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Ibn Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.
  • Al-Albani. Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah.
  • Al-Qaradawi, Yusuf. al-Halal wa al-Haram fi al-Islam.
  • Asy-Syaukani. Nail al-Awthar.
  • Abu Dawud, Sunan Abu Dawud.
  • Muslim, Shahih Muslim.
  • Fredrickson, B.L. & Roberts, T. Objectification Theory.
  • Hamka. Falsafah Hidup.
  • Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Fatwa-Fatwa MUI.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama