DOSA BERJILBAB TAPI TELANJANG



DOSA BERJILBAB TAPI TELANJANG

Versi Ilmiah Buletin Dakwah Kontemporer


Pendahuluan

Fenomena “berjilbab tetapi telanjang” merupakan bentuk penyimpangan makna hijab yang semakin marak di era digital. Padahal hijab adalah syariat yang memiliki ketentuan jelas dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan penjelasan ulama. Normalisasi jilbab ketat, tipis, transparan, dan menarik perhatian merupakan pelanggaran besar terhadap fungsi syariat. Tulisan ini membahas secara ilmiah, komprehensif, dan kontekstual.


1. DASAR SYAR‘I TENTANG AURAT DAN HIJAB

1.1. Perintah Menutup Aurat

Allah memerintahkan wanita beriman mengulurkan jilbab secara sempurna:

QS. Al-Ahzab: 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
*“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, putri-putrimu, dan wanita-wanita mukmin: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”*¹

Ayat ini menjadi dasar bahwa jilbab harus menutupi tubuh secara menyeluruh dan tidak boleh memperlihatkan bentuk atau lekuk tubuh.

1.2. Larangan Tabarruj

QS. Al-Ahzab: 33
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
*“Dan janganlah kalian bertabarruj seperti tabarrujnya perempuan jahiliyah dahulu.”*²

Tabarruj berarti menampakkan perhiasan atau bagian tubuh yang memancing perhatian dan syahwat.


2. HADITS: WANITA BERPAKAIAN TAPI TELANJANG

Rasulullah ﷺ bersabda tentang fenomena ini:

Hadits Sahih Muslim
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ… نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ، مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ…
*“Ada dua golongan penghuni neraka… di antaranya: wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, condong dan membuat orang lain condong….”*³

Menurut Imam An-Nawawi, wanita “berpakaian tapi telanjang” adalah:

  • Memakai pakaian tipis/transparan
  • Memakai pakaian ketat sehingga menggambarkan lekuk tubuh
  • Tidak menutup aurat dengan benar⁴

3. ANALISIS KONTEMPORER

3.1. Normalisasi Hijab Fashion

Era digital mengubah hijab menjadi komoditas tren. Media sosial menciptakan standar baru: foto cantik, tubuh ramping, gaya fashionable, sehingga banyak wanita memakai hijab hanya sebagai aksesoris visual, bukan ibadah. Fenomena “jilbab tapi crop-top”, “jilbab tapi legging ketat”, atau “jilbab tapi gamis transparan” menjadi normal.⁵

3.2. Komersialisasi Aurat

Platform digital mengejar engagement, sehingga konten yang menonjolkan tubuh—meski berhijab—lebih mudah viral. Industri fesyen memproduksi model pakaian yang secara desain memang tidak memenuhi syarat syar’i. Aurat akhirnya menjadi komoditas bisnis.⁶

3.3. Objektifikasi Diri (Self-Objectification)

Psikologi modern menjelaskan bahwa perempuan yang terbiasa memamerkan tubuh mengalami:

  • Ketergantungan terhadap validasi eksternal
  • Citra tubuh negatif
  • Kecemasan sosial
  • Depresi

Larangan tabarruj ternyata sangat relevan untuk mencegah kerusakan mental ini.⁷


4. DOSA DAN DAMPAK SOSIAL

4.1. Pelanggaran Syariat dan Akidah

Hijab adalah ibadah; memanipulasinya menjadi sekadar simbol fesyen adalah bentuk meremehkan syariat dan tergolong mengikuti hawa nafsu.⁸

4.2. Merusak Moral Publik

Pakaian ketat/transparan:

  • Mengundang syahwat
  • Menghapus budaya malu (ḥayā’)
  • Membuka pintu fitnah sosial

Kerosakan ini diperingatkan dalam hadits sebagai penyebab turunnya azab sosial.⁹

4.3. Distorsi Citra Islam

Perempuan berjilbab menjadi representasi publik Islam. Bila tampil tidak syar’i, hal itu memunculkan persepsi negatif terhadap syariat dan melemahkan dakwah.¹⁰


5. KETENTUAN HIJAB SYAR’I MENURUT ULAMA

Para fuqaha sepakat bahwa hijab syar’i harus memenuhi:

  1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan (dalam pendapat jumhur).
  2. Tidak ketat.
  3. Tidak transparan.
  4. Tidak berhias berlebihan.
  5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
  6. Tidak menyerupai pakaian khas non-Muslim.
  7. Tidak bermaksud memancing perhatian.¹¹

6. SOLUSI KONTEMPORER

6.1. Dakwah Modest Fashion Syar’i

Mengembangkan fesyen Islami yang memenuhi kaidah fikih namun tetap indah dan elegan.

6.2. Literasi Media

Mengedukasi Muslimah bahwa viralitas tidak identik dengan kebenaran.

6.3. Pembinaan Keluarga

Ibu, ayah, dan lingkungan harus memahami fikih aurat agar anak tidak salah mencontoh.

6.4. Konsistensi Ibadah

Jilbab harus dipadu dengan ketaatan lainnya agar tidak menjadi simbol kosong.


Penutup

Haramnya “berjilbab tetapi telanjang” bukan sekadar masalah pakaian, tetapi persoalan aqidah, akhlak, dan kemuliaan umat. Hijab adalah bagian dari identitas Islam yang suci, tidak boleh direduksi menjadi sekadar tren mode.

Semoga artikel ini menjadi renungan dan dakwah bagi Muslimah agar kembali kepada hijab yang syar’i, terhormat, dan bernilai ibadah.


FOOTNOTE

  1. Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Ahzab: 59.
  2. Tafsir At-Tabari, Jāmi‘ al-Bayān, QS. Al-Ahzab: 33.
  3. Muslim, Shahih Muslim, no. 2128.
  4. An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 14/110.
  5. Siregar, R., Hijab dan Media Sosial, Jurnal Komunikasi Islam, 2022.
  6. Aini, N., Industri Fashion Muslimah dan Komersialisasi Aurat, Jurnal Ekonomi Syariah, 2021.
  7. Fredrickson & Roberts, Objectification Theory, Psychology of Women Quarterly, 1997.
  8. Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 14/152.
  9. Al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwazi, syarah Sunan At-Tirmidzi.
  10. Qaradhawi, Yusuf, Fiqh al-Mar'ah al-Muslimah.
  11. Al-Albani, Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah, hlm. 118–140.

DAFTAR PUSTAKA

  • Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah. Beirut: Al-Maktab al-Islami.
  • Al-Mubarakfuri. Tuhfat al-Ahwazi. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  • Al-Qurthubi. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Kairo: Dar al-Kutub.
  • An-Nawawi. Syarh Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ at-Turats.
  • Aini, Nur. “Industri Fashion Muslimah dan Komersialisasi Aurat.” Jurnal Ekonomi Syariah, 2021.
  • Fredrickson, B., & Roberts, T. “Objectification Theory.” Psychology of Women Quarterly, 1997.
  • Muslim bin Al-Hajjaj. Shahih Muslim.
  • Qaradhawi, Yusuf. Fiqh al-Mar'ah al-Muslimah.
  • Siregar, R. “Hijab dan Media Sosial.” Jurnal Komunikasi Islam, 2022.
  • Tafsir At-Tabari. Jāmi‘ al-Bayān.
  • Tafsir Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama