Sangat Rugi: Banyak Harta & Tahta tapi Terhina di Dunia dan Akhirat


 

Sangat Rugi: Banyak Harta & Tahta tapi Terhina di Dunia dan Akhirat

Buletin Dakwah Ilmiah Kontemporer


Pendahuluan

Dalam logika dunia modern, harta dan tahta sering dianggap puncak kesuksesan. Namun Islam memberi koreksi tegas: nilai manusia bukan pada apa yang dimiliki, tetapi pada bagaimana ia menunaikan amanah dan bertakwa. Tidak sedikit orang yang bergelimang kekuasaan dan kekayaan, tetapi jatuh hina di mata manusia dan bangkrut di akhirat. Inilah kerugian paling telak.


1) Ukuran Rugi Menurut Al-Qur’an

Allah tidak mengukur untung–rugi dengan saldo dan jabatan, tetapi dengan iman dan amal.

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا ۝ الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amalnya? Yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103–104)

Inti: merasa benar, dipuji, dan berkuasa—namun tersesat dalam standar.


2) Harta & Tahta Tanpa Taqwa = Bumerang

Harta dan jabatan adalah alat, bukan tujuan. Tanpa taqwa, keduanya berubah menjadi senjata yang menghancurkan pemiliknya.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurāt: 13)

Implikasi ilmiah-sosial: kekuasaan tanpa etika melahirkan abuse of power, korupsi struktural, dan delegitimasi publik—yang berujung kehinaan sosial.


3) Kehinaan di Dunia: Hilang Trust, Hilang Harga Diri

Orang yang menyalahgunakan harta dan jabatan:

  • Kehilangan kepercayaan (trust deficit),
  • Ditinggalkan saat berkuasa runtuh,
  • Namanya tercatat buruk dalam sejarah.

وَتِلْكَ الْقُرَىٰ أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا
“Negeri-negeri itu Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim.” (QS. Al-Kahfi: 59)

Catatan: kehancuran sering diawali oleh kezaliman sistemik, bukan sekadar kesalahan personal.


4) Kehinaan di Akhirat: Harta & Tahta Tak Bernilai

Di akhirat, jabatan tidak bisa melobi dan harta tidak bisa menyuap.

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ۝ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu‘arā’: 88–89)

Rasulullah ﷺ memperingatkan:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ… عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ditanya… tentang hartanya: dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan.” (HR. Tirmidzi)


5) Analisis Kontemporer: Ilusi Kesuksesan

Dalam masyarakat modern, indikator palsu kesuksesan (viralitas, simbol status, kuasa formal) sering menipu. Islam menuntut akuntabilitas vertikal (kepada Allah) dan horizontal (kepada manusia). Tanpa keduanya, seseorang mungkin menang sesaat, tetapi kalah selamanya.


6) Jalan Selamat: Amanah, Adil, dan Taqwa

Islam tidak anti harta dan jabatan. Yang dikecam adalah pengkhianatan amanah.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menunaikan amanah kepada yang berhak.” (QS. An-Nisā’: 58)

Prinsip kunci:

  1. Amanah di atas ambisi,
  2. Keadilan di atas kepentingan,
  3. Taqwa di atas popularitas.

Penutup (Nada Peringatan)

Sangat rugi orang yang mengumpulkan harta dan merebut tahta, tetapi kehilangan kehormatan di dunia dan celaka di akhirat. Lebih baik sedikit namun halal dan amanah, daripada melimpah tetapi mengundang murka Allah.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ۝ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, ia akan melihat balasannya; dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, ia akan melihat balasannya.” (QS. Az-Zalzalah: 7–8)


Catatan Kaki (Ringkas):

  1. Tafsir Ibn Katsir & Al-Qurthubi pada QS. Al-Kahfi: 103–104 (tentang kesesatan yang merasa benar).
  2. Al-Ghazali, Ihyā’ ‘Ulūmiddīn (bab amanah dan penyakit cinta dunia).
  3. Literatur etika kekuasaan modern: konsep accountability dan public trust dalam governance.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama