BAHAYA MEMATIKAN:
KEDEKATAN PERSONAL & FANATISME BUTA — ALAT PEMBUNGKAM KEBENARAN DAN PENGHANCUR AGAMA
(Buletin Dakwah Ilmiah Kontemporer )Mukadimah: Ketika Kebenaran DICEKIK oleh Loyalitas
Salah satu bentuk pengkhianatan terbesar terhadap agama adalah ketika kebenaran dikalahkan oleh kedekatan, dan dalil ditundukkan oleh fanatisme. Pada titik ini, seseorang tidak lagi berdiri di atas Islam, tetapi di atas manusia.
Fanatisme bukan sekadar kesalahan berpikir.
Ia adalah penyakit hati, pembunuh nurani, dan pintu kehancuran umat.
1. Fanatisme: Pemberhalaan Gaya Baru
Fanatisme tokoh, guru, habaib, ustadz, pimpinan, atau kelompok hakikatnya adalah syirik ketaatan bila kebenaran ditolak demi mereka.
Firman Allah ﷻ
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Mereka menjadikan para ulama dan rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.”
(QS. At-Taubah: 31)
❗ Kata ‘menjadikan tuhan’ bukan berarti sujud, tetapi:
- Membenarkan kesalahan mereka
- Menghalalkan apa yang mereka halalkan
- Menolak kebenaran karena tidak datang dari mereka
📌 Ini terjadi hari ini, dengan kemasan modern dan bahasa lembut.
2. Membela Kesalahan Karena Kedekatan = Khianat terhadap Allah
Allah ﷻ melaknat sikap membela kebatilan karena relasi.
Dalil Al-Qur’an
وَلَا تَكُن لِّلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
“Dan janganlah engkau menjadi pembela bagi orang-orang yang berkhianat.”
(QS. An-Nisā’: 105)
Membela kesalahan guru, sahabat, atau pimpinan:
- Bukan adab
- Bukan ukhuwah
- Tapi khianat terhadap amanah ilmu
3. Diam Demi Hubungan = Dosa Kolektif
Ketika kebatilan terjadi terang-terangan lalu:
- Didiamkan karena “tidak enak”
- Ditoleransi karena “jasa beliau”
- Ditutupi karena “nama besar”
➡️ Maka semua yang diam ikut menanggung dosa.
Sabda Nabi ﷺ
إِذَا رَأَى النَّاسُ الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ اللَّهُ أَنْ يَعُمَّهُمْ بِعِقَابٍ مِنْهُ
“Jika manusia melihat kezaliman lalu tidak mencegahnya, hampir saja Allah menimpakan azab kepada mereka semua.”
(HR. Ahmad)
4. Fanatisme Mengubah Ulama Menjadi Berhala
Ulama sejati tidak kebal kritik.
Yang kebal kritik hanyalah:
- Nabi ﷺ
- Wahyu Allah
Imam Abu Hanifah رحمه الله berkata:
حَرَامٌ عَلَى مَنْ لَمْ يَعْرِفْ دَلِيلِي أَنْ يَأْخُذَ بِقَوْلِي
“Haram bagi siapa yang tidak mengetahui dalilku untuk mengambil pendapatku.”
📌 Ironisnya, pengikut fanatik justru:
- Lebih keras membela guru daripada dalil
- Lebih marah dikritik tokohnya daripada dilanggar syariat
5. Fanatisme: Alat Ampuh Menormalisasi Penyimpangan
Sejarah membuktikan:
- Bid‘ah besar lahir dari fanatisme
- Khurafat hidup dari loyalitas buta
- Kesesatan bertahan karena kultus figur
Ibnu Mas‘ud رضي الله عنه berkata:
“Kalian akan tetap di atas fitrah selama kalian tidak mengambil agama dari orang-orang besar kalian tanpa dalil.”
6. Ukhuwah yang Mengorbankan Kebenaran adalah Ukhuwah Palsu
Mengorbankan kebenaran demi “persatuan” adalah logika orang munafik.
Firman Allah ﷻ
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
“Jika dikatakan kepada mereka: ‘Jangan berbuat kerusakan’, mereka berkata: ‘Kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.’”
(QS. Al-Baqarah: 11)
📌 Membungkam kebenaran bukan perbaikan, tapi perusakan.
7. Ukuran Ahlus Sunnah: DALIL, BUKAN FIGUR
Imam Al-Barbahari رحمه الله berkata:
“Jika engkau melihat seseorang mencintai suatu kelompok karena hawa nafsu, maka ketahuilah ia ahli bid‘ah.”
Ciri Ahlus Sunnah:
✔️ Dalil di atas tokoh
✔️ Kebenaran di atas relasi
✔️ Kritik diterima, bukan dimusuhi
✔️ Kesalahan ditinggalkan meski dari orang yang dicintai
8. Peringatan Keras Nabi ﷺ
مَنْ أَطَاعَ مَخْلُوقًا فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ فَقَدْ أَشْرَك
“Siapa yang menaati makhluk dalam maksiat kepada Sang Pencipta, maka ia telah berbuat syirik.”
❗ Fanatisme adalah jalan sunyi menuju kesyirikan praktis.
Penutup: Pilihan yang Tidak Bisa Digabung
📌 Kebenaran dan fanatisme tidak pernah bisa berdamai.
📌 Dalil dan kultus tokoh tidak bisa disatukan.
Siapa pun yang lebih kamu bela daripada kebenaran, dialah sesembahanmu yang sebenarnya.
Catatan Kaki (Footnote)
- Tafsir Ibnu Katsir, QS. At-Taubah: 31
- Tafsir Ath-Thabari, QS. An-Nisā’: 105
- HR. Ahmad, Musnad
- Al-I‘tiṣām, Asy-Syāṭibī
- Majmū‘ Fatāwā, Ibnu Taimiyyah
- Syarḥ Ushūl I‘tiqād Ahlis Sunnah, Al-Lālikā’ī
- Siyar A‘lām an-Nubalā’, Adz-Dzahabi


Posting Komentar