Adab Islam dan Budaya Nusantara dalam Menyikapi Bantuan Orang Lain Meski Pun Sedikit
Ketika Bantuan Diremehkan, Akhlak Dikorbankan
Buletin Dakwah Ilmiah Kontemporer
Pendahuluan
Islam tidak sekadar mengatur ibadah ritual, tetapi juga adab sosial. Salah satu ujian terbesar akhlak manusia adalah cara menyikapi bantuan orang lain. Apakah disambut dengan syukur, atau justru diukur dengan angka lalu diremehkan?
Budaya Nusantara—termasuk Aceh, Melayu, Jawa, Bugis—sejak dahulu berdiri di atas satu tiang utama: tahu diri dan tahu balas budi. Ketika nilai ini runtuh, yang hancur bukan hanya etika, tetapi kehormatan kolektif sebuah masyarakat.
1. Prinsip Dasar Islam: Bantuan adalah Nikmat Allah, Bukan Sekadar Angka
Allah menegaskan bahwa asal segala nikmat bukan manusia, tetapi Allah, meskipun datang lewat tangan manusia.
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka itu berasal dari Allah.”
(QS. An-Nahl: 53)
Maka, meremehkan bantuan berarti meremehkan cara Allah memberi rezeki.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ لَا يَشْكُرِ النَّاسَ لَا يَشْكُرِ اللَّهَ
“Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, ia tidak bersyukur kepada Allah.”
(HR. Abu Dawud)
📌 Ini bukan etika ringan, tetapi indikator rusaknya syukur.
2. Larangan Keras Meremehkan Kebaikan Sekecil Apa Pun
Nabi ﷺ secara eksplisit melarang sikap meremehkan bantuan.
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا
“Jangan sekali-kali meremehkan kebaikan sekecil apa pun.”
(HR. Muslim)
Imam An-Nawawi menegaskan:
“Hadits ini mencakup larangan meremehkan pemberian orang lain meskipun nilainya kecil menurut manusia.”[^1]
❗ Catatan keras:
Siapa pun—rakyat biasa atau pejabat—yang meremehkan bantuan karena “terlalu kecil”, berarti sedang menabrak hadits Nabi ﷺ secara langsung.
3. Fenomena Kontemporer: Bantuan Diremehkan di Ruang Publik
Dalam beberapa peristiwa kebencanaan, publik menyaksikan fenomena yang memprihatinkan:
bantuan kemanusiaan dari negara sahabat dinilai dan dikomentari dengan nada merendahkan karena dianggap tidak besar secara nominal.
Salah satu yang menuai sorotan luas adalah respon pejabat negara terhadap bantuan Malaysia untuk bencana Aceh, yang secara komunikasi publik terkesan meremehkan nilai bantuan tersebut.
⚠️ Masalahnya bukan pada niat personal, tetapi pada:
- Diksi yang tidak beradab,
- Hilangnya rasa syukur publik,
- Rusaknya etika perwakilan umat dan bangsa.
Dalam Islam, ucapan pejabat bukan ucapan pribadi, tetapi cermin akhlak negara.
4. Al-Qur’an: Merendahkan Bantuan Termasuk “Menyakiti”
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ
“Janganlah kalian merusak sedekah dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti.”
(QS. Al-Baqarah: 264)
🔎 Penting:
Azaa (menyakiti) tidak hanya dilakukan oleh pemberi, tetapi juga oleh penerima atau wakil penerima melalui ucapan yang merendahkan.
📌 Meremehkan bantuan = menyakiti pemberi = membatalkan nilai moral bantuan itu sendiri.
5. Budaya Nusantara: “Berkat Sikit, Budi Besar”
Dalam adat Aceh dan Melayu dikenal pepatah:
“Berkat sikit, budi besar.”
Budayawan Aceh Ali Hasjmy menegaskan:
“Menghina pemberian berarti merendahkan persaudaraan.”[^2]
Budaya Nusantara tidak pernah mengajarkan:
“Kalau sedikit, boleh direndahkan.”
Justru sebaliknya:
Sedikit tapi tulus = dijunjung
Besar tapi disombongkan = dijatuhkan
6. Pejabat Publik dan Dosa Sosial Lisan
Umar bin Khattab رضي الله عنه berkata:
“Aku diangkat bukan untuk memperberat manusia, tetapi menjaga kehormatan mereka.”[^3]
Maka:
- Meremehkan bantuan = meruntuhkan kehormatan umat
- Merusak adab publik = merusak pendidikan akhlak nasional
- Mengukur kebaikan dengan angka = logika materialisme, bukan Islam
Ibnu Taimiyah رحمه الله menyatakan dengan sangat keras:
“Kerusakan akhlak penguasa lebih berbahaya bagi umat daripada kekurangan harta.”[^4]
7. Kritik Dakwah Terbuka (Tegas tapi Ilmiah)
Fenomena ini menunjukkan:
- Syukur digeser oleh gengsi
- Adab dikalahkan oleh statistik
- Solidaritas dipersempit oleh kalkulasi politis
Ini bukan sekadar kesalahan komunikasi, tetapi indikator krisis akhlak di ruang publik.
Penutup: Standar Islam dan Nusantara Jelas
Islam dan budaya Nusantara sepakat dalam satu prinsip keras:
❌ Meremehkan bantuan = kebangkrutan akhlak
✅ Menghargai sekecil apa pun = kemuliaan iman
Jika masyarakat ingin dihormati dunia, mulailah dengan menghormati kebaikan, sekecil apa pun itu.
Catatan Kaki
[^1]: An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim.
[^2]: Ali Hasjmy, Nilai-Nilai Adat dan Budaya Aceh.
[^3]: Ibn Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah.
[^4]: Ibnu Taimiyah, As-Siyasah asy-Syar’iyyah.


Posting Komentar