Manusia Tertipu: Yang Palsu Dianggap Asli, Yang Asli Dianggap Palsu
Kajian Epistemologis, Qur’ani, dan Sosial-Kontemporer
Pendahuluan
Salah satu krisis terbesar dalam masyarakat modern bukanlah kekurangan informasi, tetapi banjir informasi yang salah. Era digital menghadirkan jutaan sumber, jutaan opini, dan jutaan figur — namun tidak semuanya otentik. Masyarakat mengalami apa yang dalam filsafat disebut epistemological inversion: kenyataan terbalik, di mana:
- yang palsu dianggap asli,
- yang asli dianggap palsu,
- yang menyesatkan dianggap mencerahkan,
- yang berilmu dianggap kuno,
- yang bodoh dianggap inovatif.
Fenomena terbalik ini telah diperingatkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Ia bukan sekadar kesalahan intelektual, tetapi tanda penyakit hati, kerusakan moral, dan hilangnya cahaya ilmu.
1. Dasar Qur’ani: Ketika Kebenaran dan Kebatilan Tertukar
1.1. Kebatilan Dihias agar Tampak Indah
Allah berfirman:
وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ
“Setan menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka.”
(QS. An-Naḥl: 63)¹
Setan menghias kebatilan sehingga terlihat seperti kebenaran. Ini dasar psikologi spiritual yang menjelaskan mengapa tokoh palsu tampak “menarik”.
1.2. Musuh para nabi adalah para penipu retorika
كَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ
يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi musuh dari kalangan setan manusia dan jin; mereka membisikkan ucapan-ucapan indah untuk menipu.”
(QS. Al-An‘ām: 112)²
Zukhruf al-qawl = kata-kata yang indah, retoris, meyakinkan, tetapi kosong dan menipu.
1.3. Penyembahan hawa nafsu menghasilkan inversi kebenaran
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ
“Sudahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?”
(QS. Al-Jāṡiyah: 23)³
Ketika hawa menjadi Tuhan, maka:
- yang haram tampak halal,
- yang sesat tampak benar,
- yang palsu tampak asli.
1.4. Kebenaran Sering Tidak Sesuai Keinginan
Allah mengingatkan:
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia baik bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 216)⁴
Kebenaran terasa “pahit”, sehingga ditolak.
1.5. Perintah Tabayyun: Benteng dari Penipuan
إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Jika datang kepadamu seorang fasik membawa berita, maka telitilah.”
(QS. Al-Hujurāt: 6)⁵
Tanpa tabayyun, masyarakat mudah tertipu.
2. Dasar Hadis: Fenomena Penipuan dan Kebodohan yang Disanjung
2.1. Retorika Bisa Menjadi Sihir
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا
“Sesungguhnya sebagian dari retorika adalah sihir (yang menipu).”
(HR. Bukhari)⁶
Tokoh palsu menggunakan sihir retorika, bukan ilmu.
2.2. Hilangnya Ulama, Munculnya Tokoh Palsu
Hadis masyhur:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا…
وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ…
فَيَفْتِي النَّاسُ جُهَّالًا فَيُضِلُّونَ وَيُضِلُّونَ
“Allah tidak mencabut ilmu sekaligus, tetapi mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama…
lalu orang-orang bodoh mengeluarkan fatwa dan menyesatkan.”
(HR. Bukhari-Muslim)⁷
Ketika ulama asli hilang, ulama palsu mengisi panggung.
2.3. Zaman yang Mengangkat Orang-Orang Tidak Layak
Rasulullah ﷺ bersabda:
يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ
وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ
“Pada masa itu, pembohong dipercaya, orang jujur dianggap pendusta;
pengkhianat dipercaya, orang amanah dituduh khianat.”
(HR. Ahmad)⁸
Ini deskripsi letter to letter dunia hari ini.
3. Analisis Epistemologi Islam: Mengapa Masyarakat Mudah Tertipu?
3.1. Hilangnya Mizan (Timbangan Kebenaran)
Dalam tradisi Islam, kebenaran diukur dengan:
- Al-Qur’an
- Sunnah
- Ulama yang memiliki sanad
- Akal sehat yang lurus
Ketika timbangan hilang, masyarakat menggunakan:
- selera,
- emosi,
- popularitas,
- vibe,
- editing video,
- jumlah follower.
3.2. Pseudo-Authority: Otoritas palsu yang diproduksi media
Ilmuwan komunikasi menyebut ini manufactured credibility — kredibilitas yang tidak lahir dari ilmu, tetapi dikonstruksi media:
- lighting profesional,
- kamera bagus,
- retorika dramatis,
- brand personal,
- manipulasi narasi.
Figur palsu tampak seperti figur asli.
3.3. Bias Kognitif
Beberapa bias utama yang memanipulasi masyarakat:
- Confirmation bias: suka yang sesuai perasaan.
- Halo effect: yang tampan dianggap pintar.
- Authority bias: yang viral dianggap benar.
- Overconfidence bias: orang bodoh merasa paling paham.
3.4. Hedonisme Informasi
Masyarakat lebih menyukai konten:
- lucu,
- singkat,
- mudah,
- menghibur,
- tidak mengkritik dosa.
Inilah yang membuat dakwah pasar lebih laku daripada dakwah wahyu.
4. Ketika yang Asli Justru Dianggap Palsu
4.1. Ulama yang lurus dianggap “keras”, “kolot”, “radikal”
Padahal mereka hanya menjaga prinsip agama.
4.2. Kebenaran ditolak karena tidak populer
Allah berfirman:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Jika kamu mengikuti mayoritas manusia di bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”
(QS. Al-An‘ām: 116)⁹
Mayoritas selalu keliru dalam urusan agama.
4.3. Ilmu yang benar membutuhkan usaha
Untuk memahami kebenaran, seseorang harus:
- belajar,
- bertanya,
- mengaji,
- sabar,
- mengalahkan ego.
Sedangkan kebatilan instan, menyenangkan, dan menghibur.
5. Dampak Sosial dan Keagamaan: Krisis Multi-Dimensi
5.1. Krisis Moral
Ketika tokoh palsu diagungkan:
- pembohong dianggap strategis,
- munafik dianggap diplomatis,
- oportunis dianggap fleksibel,
- pencitraan dianggap kecerdasan.
5.2. Krisis Keilmuan
Ilmu tidak lagi diukur dari sanad, tetapi:
- viralitas,
- followers,
- jingle musik,
- editing cinematic.
5.3. Krisis Spiritual
Dakwah menjadi hiburan. Majelis ilmu berubah menjadi:
- show,
- konten,
- challenge,
- trending topic.
5.4. Krisis Politik dan Sosial
Pemimpin palsu yang bermoral buruk bisa naik ke tampuk kekuasaan karena branding yang profesional.
6. Solusi Qur’ani: Mengembalikan Keaslian di Tengah Kepalsuan
6.1. Tabayyun sebagai budaya umat
Dalam Islam, verifikasi wajib.
6.2. Kembali kepada ulama yang memiliki sanad
Allah berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ
“Bertanyalah kepada ulama…”
(QS. An-Naḥl: 43)¹⁰
6.3. Menghidupkan Majelis Ilmu
Majelis ilmu adalah tempat memurnikan ilmu dari polusi digital.
6.4. Memperkuat literasi media Islam
Kaum muslimin perlu memahami bagaimana propaganda bekerja.
6.5. Memperbaiki hati
Kebenaran hanya masuk pada hati yang jujur.
Allah berfirman:
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“…kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.”
(QS. Ash-Shu‘arā’: 89)¹¹
Kesimpulan
Fenomena “yang palsu dianggap asli dan yang asli dianggap palsu” bukan sekadar kesalahan informasi, tetapi krisis iman dan ilmu.
Solusinya adalah kembali kepada:
- Al-Qur’an,
- Sunnah,
- ulama yang otentik,
- budaya tabayyun,
- akhlak ilmiah,
- serta penyucian hati.
Tanpa itu, umat akan terus terjebak dalam siklus penipuan spiritual dan intelektual.
Catatan Kaki
- Tafsir QS. An-Naḥl:63, Ibn Katsir.
- Tafsir QS. Al-An‘ām:112.
- Tafsir QS. Al-Jāṡiyah:23.
- Tafsir Al-Baqarah:216.
- Tafsir QS. Al-Hujurāt:6.
- HR. Bukhari no. 5146.
- HR. Bukhari-Muslim tentang pencabutan ilmu.
- HR. Ahmad no. 8553.
- Tafsir QS. Al-An‘ām:116.
- Tafsir QS. An-Naḥl:43.
- Tafsir QS. Ash-Shu‘arā’:89.
Daftar Pustaka
Sumber Utama Islam
- Al-Qur’an al-Karim.
- Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.
- Muslim, Shahih Muslim.
- Ahmad, Musnad Ahmad.
- Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim.
- Al-Tabari, Jāmi‘ al-Bayān.
- Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din.
- Ibn Taimiyah, Majmū‘ al-Fatāwā.
Sumber Ilmiah Kontemporer
- Kahneman, Daniel. Thinking, Fast and Slow.
- O’Keefe, Daniel. Persuasion: Theory and Research.
- Neil Postman. Amusing Ourselves to Death.
- Nicholas Carr. The Shallows.
- Zuboff, Shoshana. The Age of Surveillance Capitalism.


Posting Komentar