LARANGAN MEMINTA-MINTA JABATAN, APALAGI MENJILAT DAN MENYOGOK



LARANGAN MEMINTA-MINTA JABATAN, APALAGI MENJILAT DAN MENYOGOK

Kajian Ilmiah Buletin Dakwah Kontemporer


A. Pendahuluan

Fenomena kontestasi jabatan dalam birokrasi, politik, dan lembaga publik kerap disertai praktik lobi berlebihan, penjilatan, bahkan penyogokan (risywah). Padahal, Islam menempatkan jabatan sebagai amanah, bukan sesuatu yang pantas diminta-minta, apalagi diperoleh melalui cara manipulatif. Penyimpangan moral ini menimbulkan kerusakan pada tata kelola negara dan merusak nilai keadilan yang menjadi inti syariat.


B. Larangan Meminta Jabatan dalam Islam

1. Hadits tentang larangan meminta jabatan

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah:

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَا تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman, janganlah engkau meminta jabatan. Jika engkau diberi karena engkau memintanya, engkau akan ditelantarkan (tanpa pertolongan Allah). Tetapi jika engkau diberi tanpa memintanya, engkau akan diberi pertolongan (Allah).” (HR. Bukhari dan Muslim).¹

Hadits ini menegaskan bahwa meminta jabatan adalah perbuatan tercela, sebab jabatan idealnya diberikan atas dasar kemampuan dan amanah, bukan keinginan pribadi.


2. Jabatan adalah amanah yang berat

Nabi ﷺ juga bersabda:

إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَإِنَّهَا سَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Kalian akan berambisi pada jabatan, padahal ia akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Bukhari).²

Jabatan adalah sumber pertanggungjawaban yang berat. Ambisi memperoleh jabatan sering kali mendorong seseorang menghalalkan segala cara.


C. Larangan Menjilat (Tazalluf) Demi Jabatan

1. Menjilat termasuk bagian dari nifak sosial

Al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan bahwa menjilat demi jabatan termasuk mudahanah—yakni memuji secara dusta demi keuntungan dunia.³

Allah mengecam orang yang mencari muka kepada manusia namun melupakan Allah:

الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآخِرَةِ
“(Itu) orang-orang yang lebih mencintai dunia daripada akhirat.” (QS. Ibrahim: 3).⁴

Menjilat jabatan menumbuhkan budaya tidak objektif, merusak integritas birokrasi, dan melahirkan pemimpin yang terpilih bukan karena kompetensi, tetapi karena popularitas semu.


D. Haramnya Menyogok untuk Mendapat Jabatan

1. Nasyi’ah (Risywah) dalam hukum Islam

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
“Allah melaknat pemberi suap dan penerima suap.” (HR. Abu Dawud).⁵

Termasuk di dalamnya adalah suap jabatan untuk memperoleh posisi, proyek, atau kekuasaan.

Para ulama menyatakan:
risywah untuk mendapatkan jabatan termasuk dosa besar, karena jabatan digunakan untuk mengambil hak orang lain dan menafikan prinsip keadilan.⁶


2. Suap jabatan menghancurkan sistem negara

Al-Mawardi menyebutkan bahwa kepemimpinan yang diperoleh melalui suap akan melahirkan:

  • kerusakan sistem hukum
  • penyalahgunaan kekuasaan
  • hilangnya rasa aman rakyat
  • turunnya keberkahan kepemimpinan⁷

E. Dampak Kontemporer Meminta Jabatan, Menjilat, dan Menyogok

1. Dampak sosial

  • Munculnya pemimpin tidak kompeten
  • Dekadensi moral dalam struktur organisasi
  • Berkurangnya kepercayaan publik terhadap lembaga

2. Dampak politik

  • Politik transaksional
  • Tata kelola pemerintahan koruptif
  • Degradasi marwah jabatan publik

3. Dampak spiritual

  • Hilangnya pertolongan Allah
  • Jabatan menjadi penyesalan di hari kiamat
  • Hati menjadi keras karena dosa risywah dan tazalluf

F. Solusi Perbaikan Menurut Syariat

1. Menanamkan paradigma “jabatan adalah amanah”

Setiap calon pemimpin harus memahami sabda Nabi ﷺ:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR. Bukhari).⁸

2. Seleksi berdasarkan kompetensi dan integritas

Keputusan harus didasarkan pada amanah dan kafa’ah (kompetensi). Ini sesuai QS. Al-Qashash: 26:

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
*“Sesungguhnya orang terbaik untuk engkau pekerjakan adalah yang kuat (kompeten) dan amanah.”*⁹

3. Tindakan tegas terhadap suap jabatan

Sistem hukum negara dan lembaga harus mengkriminalkan bentuk-bentuk suap jabatan, termasuk “biaya lobi”, “balas jasa”, atau “uang terima kasih”.

4. Pendidikan integritas bagi pejabat dan calon pejabat

Diperlukan bimbingan ruhani, etika kepemimpinan, dan nilai-nilai amanah dalam seluruh jenjang seleksi.


G. Penutup

Meminta jabatan, menjilat, dan menyogok adalah penyakit moral yang bertentangan dengan prinsip Islam tentang amanah, keadilan, dan integritas. Syariat menegaskan bahwa jabatan bukan hak yang boleh diperjuangkan dengan segala cara, melainkan amanah berat yang hanya pantas diemban oleh orang berkompeten dan berakhlak. Masyarakat Muslim wajib membangun budaya kepemimpinan yang bersih, bebas suap, dan fokus pada kemaslahatan umat.


FOOTNOTE

  1. HR. Bukhari no. 7146; Muslim no. 1652.
  2. HR. Bukhari no. 7148.
  3. Ibn Hajar, Fath al-Bari, 13/121.
  4. QS. Ibrahim: 3.
  5. HR. Abu Dawud no. 3580.
  6. An-Nawawi, Al-Majmu’, 20/23.
  7. Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, hlm. 25–26.
  8. HR. Bukhari no. 893.
  9. QS. Al-Qashash: 26.

DAFTAR PUSTAKA

  • Al-Mawardi. Al-Ahkam As-Sulthaniyyah.
  • Ibn Hajar al-Asqalani. Fath al-Bari.
  • Imam Nawawi. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab.
  • Shahih Bukhari & Shahih Muslim.
  • Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama