Ketidakberanian Pendakwah Menumpas Doktrin Sesat



Ketidakberanian Pendakwah Menumpas Doktrin Sesat: Analisis Ilmiah Dakwah Kontemporer

Pendahuluan

Dalam sejarah Islam, para ulama menjadi benteng terakhir penjaga kemurnian akidah dan pemurni ajaran dari penyimpangan. Namun, pada era modern ini, muncul fenomena ironis: sebagian pendakwah enggan bersuara atau tidak berani menumpas doktrin sesat yang merusak akidah umat. Padahal, penyimpangan akidah bukan sekadar kesalahan epistemologis, melainkan ancaman spiritual dan sosial.

Keengganan pendakwah untuk bersikap tegas melahirkan ruang kosong yang segera diisi oleh kelompok-kelompok menyimpang, guru pseudo-spiritual, dan tokoh karismatik yang menipu umat dengan klaim-klaim palsu. Fenomena ini memerlukan analisis ilmiah agar masyarakat sadar bahaya diamnya pendakwah dalam menghadapi penyimpangan akidah.


Akar Ketidakberanian Pendakwah

1. Ketakutan Kehilangan Popularitas dan Kenyamanan Publik

Dalam ekosistem digital, sebagian pendakwah menggantungkan reputasi pada jumlah pengikut, undangan, dan penerimaan publik. Mengkritik doktrin sesat dianggap “tidak menguntungkan”.

Dalil tegas telah menolak mentalitas ini:

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
"الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ"
“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah Allah dan mereka takut hanya kepada-Nya dan tidak takut kepada siapa pun selain Allah.” (QS. Al-Ahzab: 39)[^1]

Ayat ini menegaskan bahwa dakwah bukan konten hiburan, tetapi keberanian menyampaikan kebenaran.


2. Ketidaktahuan Ilmiah terhadap Penyimpangan Akidah

Sebagian pendakwah hanya menguasai retorika, namun kurang membaca literatur al-firaq (aliran-aliran Islam), ’aqidah, dan kitab kritik pemikiran ulama klasik. Akibatnya mereka tidak mampu mengidentifikasi berbagai bentuk kesesatan modern yang bercorak:

  • sinkretisme,
  • neo-sufisme ekstrem,
  • doktrin kultus individu,
  • penafsiran subjektif wahyu,
  • klaim keturunan Nabi palsu,
  • klaim menerima wahyu baru.

Padahal, Allah memerintahkan agar umat berilmu menyingkap kebatilan secara ilmiah.

قَالَ تَعَالَى:
"فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ"
“Maka ketahuilah bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)[^2]

Ayat ini mengisyaratkan bahwa ilmu antecedent (mendahului) amal—termasuk dalam membongkar penyimpangan akidah.


3. Intervensi Kepentingan Politik dan Ekonomi

Tidak sedikit pendakwah terkait dengan tokoh politik, lembaga tertentu, atau sponsor ekonomi. Keterikatan ini membuat mereka berhitung sebelum bersuara. Dalam konteks ini, dakwah menjadi kompromi dan bukan amanah.

Padahal Nabi SAW bersabda:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
"أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ"
“Jihad terbaik adalah berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud)[^3]

Jika kepada penguasa zalim saja harus berani, apalagi kepada kelompok sesat yang membahayakan umat.


4. Rasa Takut Difitnah, Dibenci, atau Disebarluaskan Keburukannya

Menentang ajaran sesat sering melahirkan risiko: diserang di media sosial, dijauhi jamaah, atau dicap sebagai pemecah harmoni. Banyak pendakwah tidak siap dengan tekanan ini.

Padahal Rasulullah SAW bersabda:

قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَا يَمْنَعَنَّ رَجُلًا هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ بِحَقٍّ إِذَا عَلِمَهُ"
“Janganlah rasa takut kepada manusia mencegah seseorang mengatakan kebenaran ketika ia mengetahuinya.” (HR. Ahmad)[^4]


Dampak Diamnya Pendakwah terhadap Doktrin Sesat

1. Normalisasi Ajaran Menyimpang

Ketika pendakwah diam, doktrin sesat mendapat legitimasi “pasif”. Umat yang awam melihat diamnya tokoh agama sebagai tanda bahwa ajaran tersebut tidak berbahaya.

2. Kerusakan Akidah secara Sistematis

Ajaran sesat merusak:

  • konsep wahyu,
  • konsep tauhid,
  • otoritas ulama,
  • struktur ibadah,
  • moral umat.

Kerusakan ini mengantarkan masyarakat kepada penyimpangan yang sulit dipulihkan.

3. Penurunan Wibawa Ulama dan Pendakwah

Umat tidak lagi memandang pendakwah sebagai penjaga kebenaran, tetapi sebagai “penceramah motivasi” yang tidak relevan dalam isu akidah. Hal ini melemahkan peran dakwah secara struktural.

4. Eksploitasi Jamaah secara Ekonomi dan Psikologis

Doktrin sesat biasanya memiliki pola:

  • pemujaan tokoh,
  • manipulasi spiritual,
  • eksploitasi keuangan,
  • pengasingan sosial,
  • kontrol mental.

Inilah bahaya yang tidak boleh dibiarkan.


Tinjauan Syariat tentang Kewajiban Meluruskan Penyimpangan

1. Perintah Amar Ma’ruf Nahi Munkar

"كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ، تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ"
“Kalian adalah umat terbaik… menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.” (QS. Ali Imran: 110)[^5]

2. Hadis tentang Mengubah Kemungkaran

"مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ..."
“Siapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya…” (HR. Muslim)[^6]

3. Ulama sebagai Pewaris Nabi

"إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ"
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Tirmidzi)[^7]

Artinya, jika ulama dan pendakwah diam, maka fungsi kenabian dalam menjaga kebenaran hilang.


Solusi Dakwah untuk Menghidupkan Keberanian

1. Penguatan Keilmuan Akidah

Pendakwah wajib menguasai:

  • aqidah Ahlus Sunnah,
  • kritik aliran sesat (klassik dan kontemporer),
  • metodologi berpikir ilmiah.

2. Kemandirian Moral dan Finansial

Agar pendakwah tidak disandera sponsor atau institusi.

3. Solidaritas Ulama

Menumpas penyimpangan tidak boleh dilakukan sendirian. Harus ada ijtihad jama'i (gerak kolektif).

4. Penguatan Narasi Digital

Kelompok sesat aktif di media digital; pendakwah harus lebih aktif lagi.

5. Internaliasi Keberanian Spiritual

Landasan keberanian adalah ketakwaan. Allah berfirman:

"فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ"
“Jangan kalian takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku.” (QS. Al-Ma’idah: 44)[^8]


Penutup

Ketidakberanian pendakwah menumpas doktrin sesat adalah problem dakwah yang serius. Padahal tugas utama pendakwah bukan hanya menyampaikan ilmu, tetapi menjaga kemurnian agama dari penyelewengan. Tanpa keberanian, dakwah kehilangan substansi, dan umat kehilangan pelindung.

Sudah saatnya pendakwah kembali kepada spirit kenabian: berani, jujur, dan teguh dalam menyampaikan kebenaran, meski tidak populer.


Footnote

[^1]: Tafsir At-Tabari, Jāmi‘ al-Bayān, QS. Al-Ahzab: 39.
[^2]: Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, QS. Muhammad: 19.
[^3]: Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, no. 4344.
[^4]: Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, hadis no. 10807.
[^5]: Al-Qurthubi, Al-Jāmi‘ li Ahkām al-Qur’an, QS. Ali Imran: 110.
[^6]: Muslim, Sahih Muslim, no. 49.
[^7]: Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, no. 2682.
[^8]: Tafsir Ibn Katsir, QS. al-Mā’idah: 44.


Daftar Pustaka

  1. Ibn Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.
  2. At-Tabari. Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wīl Āy al-Qur’ān.
  3. Al-Qurthubi. Al-Jāmi‘ li Ahkām al-Qur’ān.
  4. Imam Muslim. Sahih Muslim.
  5. Abu Dawud. Sunan Abi Dawud.
  6. Tirmidzi. Sunan at-Tirmidzi.
  7. Ibn Taimiyah. Dar’ Ta‘āruḍ al-‘Aql wa an-Naql.
  8. Al-Baghdadi. Al-Farq bayn al-Firaq.
  9. Al-Asy’ari. Maqālāt al-Islāmiyyīn.
  10. Al-Ghazali. Al-Iqtisād fi al-I‘tiqād.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama