Bukan Ijazahnya, tapi Tipu-Dustanya yang Sangat Berbahaya



Bukan Ijazahnya, tapi Tipu-Dustanya yang Sangat Berbahaya

Versi Ilmiah Buletin Dakwah Kontemporer


1. Pengantar

Pada hakikatnya, kerusakan terbesar dalam masyarakat bukanlah karena selembar ijazah, tetapi karena kedustaan yang menyertainya. Ijazah palsu hanya sebuah alat, namun penipuan adalah penyakit moral yang merusak sendi agama, sosial, dan hukum. Dalam Islam, kedustaan termasuk dosa besar yang membuka pintu kemunafikan dan kehancuran amanah publik.


2. Islam Mengharamkan Segala Bentuk Kedustaan

Dalil Al-Qur’an

Allah berfirman:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kalian campuradukkan yang benar dengan yang batil, dan jangan kalian sembunyikan kebenaran padahal kalian mengetahui.”
QS. Al-Baqarah: 42

إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ
“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang berlebih-lebihan dan pendusta.”
QS. Ghafir: 28

Hadis Nabi SAW

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ ... وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ
“Kejujuran membawa kepada kebaikan… dan dusta membawa kepada kefajiran.”
HR. Bukhari dan Muslim

Hadis lain:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ ... وَإِذَا كَذَبَ
“Tanda orang munafik ada tiga… bila berbicara ia berdusta.”
HR. Bukhari

Dari dalil-dalil ini jelas: kedustaan adalah akar seluruh kerusakan moral.


3. Mengapa Tipu-Dusta Lebih Berbahaya daripada “Ijazah”?

a. Kedustaan Menghancurkan Kepercayaan Publik

Masyarakat berdiri atas trust. Ketika seseorang memalsukan data, identitas, atau pencapaian akademik, ia merusak kepercayaan itu. Dampak sosialnya jauh melampaui selembar dokumen.

b. Menodai Amanah dan Tugas Publik

Jika penipu menduduki jabatan strategis melalui kebohongan, kerusakan yang muncul bisa berlapis-lapis: moral, administrasi, hukum, bahkan finansial.

c. Contoh Kemunafikan Praktis

Kebohongan berulang membentuk karakter munafik sebagaimana sabda Nabi ﷺ.
Kemunafikan ini lebih berbahaya daripada kesalahan administratif sekadar dokumen.

d. Menormalisasi Budaya Manipulasi

Jika dibiarkan, masyarakat menjadi permisif: “yang penting terlihat hebat”, bukan “yang penting amanah”.
Ini ancaman akhlak generasi.


4. Perspektif Ulama & Etika Islam

Para ulama menegaskan:

Imam Al-Ghazali

Dalam Ihya’ Ulumiddin, beliau menyatakan bahwa kedustaan adalah “induk segala keburukan” karena menjadi pintu bagi seluruh maksiat lainnya.

Ibn Taimiyah

Beliau menekankan bahwa amanah adalah pondasi kepemimpinan, dan dusta adalah penghancurannya.

Ibnu Katsir

Menafsirkan QS. Al-Baqarah: 42:
Orang yang mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan adalah pendusta yang menipu manusia.”

Artinya, tipu-dusta adalah kejahatan moral yang langsung memukul integritas seseorang.


5. Perspektif Hukum Kontemporer

Dalam hukum positif:

  1. Pemalsuan data, bukan sekadar ijazah, termasuk delik penipuan (fraud).
  2. Yang dihukum bukan benda (dokumen), tetapi perbuatan rekayasa dan pembohongan.
  3. Penipuan akademik dapat berdampak pada:
    • Pencabutan jabatan
    • Tuntutan pidana
    • Gugatan perdata
    • Sanksi moral sosial

Artinya: yang berbahaya adalah perilaku dustanya, bukan dokumennya.


6. Dampak Sosial Terbesar: Hilangnya Integritas Umat

Islam adalah agama yang meninggikan martabat umat melalui ṣidq (kejujuran).
Jika pemuka masyarakat, pejabat, atau tokoh agama mulai berbohong demi menaikkan citra, maka:

  • Hilang teladan
  • Rusak kepercayaan
  • Runyam generasi
  • Tumbuh budaya pencitraan palsu

Inilah yang membuat dusta jauh lebih berbahaya daripada “ijazah palsu”.


7. Penutup: Bahaya Utama Ada pada Moral, Bukan Kertas

Ijazah palsu dapat dibakar, tetapi kedustaan yang mengakar akan membakar masyarakat.

Karena itu, Islam memerangi kebohongan dari akarnya.
Buletin ini mengingatkan:

Yang harus ditangani bukan hanya kasusnya, tapi karakter dustanya.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama