Bahaya Sifat Self-Justification (Membenarkan Diri Sendiri)
Versi Buletin Dakwah Kontemporer
---
Pendahuluan:
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, muncul kecenderungan manusia untuk selalu membenarkan diri sendiri. Fenomena ini dikenal dengan istilah self-justification—yakni upaya seseorang mencari alasan agar kesalahannya tampak benar di mata sendiri maupun orang lain. Padahal dalam pandangan Islam, sikap seperti ini sangat berbahaya karena menghalangi introspeksi dan taubat.
---
Definisi dan Bentuk Self-Justification
Self-justification berarti kecenderungan psikologis untuk membela diri dengan berbagai argumen agar tidak merasa bersalah. Contohnya:
- Pejabat yang menyalahgunakan jabatan dengan dalih “demi kesejahteraan rakyat”.
- Siswa yang menyontek dengan alasan “semua juga melakukannya”.
- Orang yang lalai shalat karena berkata “Allah Maha Pengampun”.
Sifat ini membuat hati keras dan menutup pintu perbaikan diri.
---
Pandangan Al-Qur’an dan Hadis
Allah ﷻ berfirman:
«فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.”
(QS. An-Najm [53]: 32)»
Ayat ini menegaskan bahwa membenarkan diri sendiri adalah bentuk kesombongan spiritual. Hanya Allah yang berhak menilai ketaqwaan seseorang.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
«المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim sejati adalah yang kaum Muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)»
Self-justification sering kali membuat seseorang menggunakan lisannya untuk menutupi kesalahan dengan dalih yang menipu, padahal hal itu justru menambah dosa.
---
Tinjauan Psikologis dan Sosial
Menurut pakar psikologi sosial Leon Festinger (1957), manusia memiliki dorongan untuk menjaga konsistensi antara tindakan dan keyakinan. Ketika ada ketidaksesuaian (cognitive dissonance), mereka cenderung “memperbaiki” keyakinannya agar sejalan dengan perbuatannya—bukan memperbaiki perbuatannya.
Dalam konteks sosial, sikap ini menyebabkan kemunafikan kolektif: masyarakat penuh alasan, tapi miskin kejujuran. Dari individu hingga pejabat publik, budaya “membenarkan diri” menjadi akar korupsi moral dan intelektual.
---
Bahaya dan Dampak
1. Menghalangi Taubat – Orang yang merasa selalu benar tidak akan bertaubat.
2. Menumbuhkan Kesombongan – Self-justification membuat manusia lupa bahwa ia makhluk lemah.
3. Menumpulkan Nurani – Hati yang sering berdalih akan kehilangan rasa malu dan dosa.
4. Merusak Hubungan Sosial – Orang yang selalu membenarkan diri sulit dikritik, sulit bersahabat.
---
Solusi Islami
1. Muhasabah (Introspeksi Diri): Renungi kesalahan dengan jujur tanpa mencari kambing hitam.
2. Istighfar dan Taubat: Segera kembali kepada Allah, bukan mencari alasan.
3. Belajar Menerima Kritik: Kritik adalah cermin yang membantu kita melihat kekurangan.
4. Rendah Hati dan Tulus: Mengakui salah tidak menjatuhkan martabat, justru meninggikannya di sisi Allah.
---
Penutup
Sifat self-justification adalah penyakit hati yang halus namun mematikan. Ia menipu pemiliknya untuk merasa suci, padahal hatinya kotor. Islam mengajarkan kejujuran pada diri sendiri sebagai langkah pertama menuju taubat dan kemuliaan.
«“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d [13]: 11)»
---
Daftar Pustaka:
1. Al-Qur’an al-Karim
2. Shahih al-Bukhari dan Muslim
3. Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford University Press.
4. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Bab Muhasabah an-Nafs.


Posting Komentar