🕌 Tasawuf yang Benar dan yang Sesat: Tinjauan Ilmiah dan Dalil Syariat
Pendahuluan
Tasawuf adalah bagian dari khazanah Islam yang membahas aspek penyucian jiwa (tazkiyatun nafs), pengendalian hawa nafsu, dan kedekatan spiritual kepada Allah. Namun, dalam sejarah Islam, tasawuf terbagi menjadi dua arah: tasawuf yang benar (sesuai Al-Qur’an dan Sunnah), dan tasawuf yang menyimpang (menyimpang dari aqidah dan syariat).
Fenomena ini penting dikaji karena banyak umat yang terjebak dalam ajaran pseudo-spiritual yang mengatasnamakan tasawuf.
1. Tasawuf yang Benar (As-Shahih)
Tasawuf yang benar adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian hati, pengendalian hawa nafsu, serta pengamalan syariat secara menyeluruh. Tasawuf sejati tidak menolak dunia, tetapi menjadikan dunia sarana menuju akhirat.
🔹 Dalil Al-Qur’an
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا • وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
(QS. Asy-Syams [91]: 9–10)
Ayat ini menjadi dasar utama tasawuf yang benar, yaitu penyucian jiwa dari penyakit hati seperti riya, ujub, hasad, dan takabbur.
🔹 Hadis Nabi ﷺ
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging; jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan fokus tasawuf sejati: memperbaiki hati agar taat pada syariat.
2. Ciri-ciri Tasawuf yang Benar
-
Berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.
Semua ajarannya diukur dengan syariat, bukan ilham pribadi.قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
“Katakanlah: Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintaimu.”
(QS. Ali ‘Imran [3]: 31) -
Menumbuhkan akhlak mulia.
Tasawuf yang benar menghasilkan kejujuran, kesabaran, dan kasih sayang, bukan kesombongan spiritual. -
Tidak menolak kehidupan dunia.
Para sufi sejati seperti Hasan al-Bashri dan Ibrahim bin Adham tetap bekerja, menikah, dan berjihad. -
Mengutamakan dzikir yang sesuai tuntunan Nabi ﷺ.
Tidak membuat dzikir-dzikir baru yang tidak berdasar.
3. Tasawuf yang Menyimpang (Adh-Dhâll)
Tasawuf menjadi sesat ketika keluar dari tuntunan wahyu dan bergeser menjadi ajaran mistik, sinkretis, dan fatalistik.
Beberapa penyimpangan umum antara lain:
🔹 a. Keyakinan hulul dan ittihad
Yakni kepercayaan bahwa Tuhan dapat “menyatu” dengan manusia (hulul) atau bahwa hamba dan Tuhan menjadi satu hakikat (ittihad). Ini adalah kekufuran yang menyalahi tauhid.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya; Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS. Asy-Syura [42]: 11)
🔹 b. Mengaku mendapat wahyu atau syariat baru
Sebagian “guru tarekat” sesat mengaku mendapat perintah khusus dari Allah tanpa melalui Rasulullah ﷺ. Padahal wahyu telah sempurna.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.”
(QS. Al-Ma’idah [5]: 3)
🔹 c. Mengabaikan syariat
Tasawuf sesat sering menolak syariat lahir dengan alasan sudah mencapai maqam tinggi. Padahal, Rasulullah ﷺ yang paling makrifat saja tetap beribadah dengan sempurna.
🔹 d. Zikir dan ritual bid‘ah
Zikir dengan menari, menjerit, atau menciptakan lafaz yang tidak diajarkan Nabi ﷺ termasuk bid‘ah yang menyesatkan.
4. Pendapat Ulama
Imam Ibn Taymiyyah berkata:
التصوف ثلاثة أقسام: صوفيّة الحق، وصوفيّة البدعة، وصوفيّة النفاق
“Tasawuf terbagi menjadi tiga: tasawuf hakiki (benar), tasawuf bid‘ah (menyimpang), dan tasawuf nifaq (munafik).”
(Majmū‘ al-Fatāwā, 11/18)
Imam al-Ghazali dalam Ihyā’ ‘Ulūm ad-Dīn juga menegaskan bahwa tasawuf adalah jalan memperbaiki hati dan akhlak, tetapi tetap harus menyatu dengan ilmu fiqih dan aqidah.
5. Contoh Fenomena di Lapangan
- Kelompok yang menganggap gurunya ma‘shum dan maksum dari dosa.
- Pengkultusan mursyid hingga meminta doa hanya lewat dirinya.
- Ritual dzikir sambil menari atau berputar-putar.
- Ajaran “manunggaling kawula gusti” (dari warisan sinkretisme Jawa-Hindu).
6. Solusi dan Bimbingan
- Belajar tasawuf dari ulama ahli sunnah seperti al-Ghazali, al-Junaid al-Baghdadi, dan Abu Yazid al-Busthami yang tetap tunduk pada syariat.
- Menjaga keseimbangan antara syariat dan hakikat.
Syariat tanpa hakikat adalah kosong; hakikat tanpa syariat adalah sesat.
- Perbanyak dzikir dan muhasabah diri sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ.
- Tegakkan ilmu sebelum amal, agar semangat spiritual tidak menyesatkan.
7. Hikmah
Tasawuf sejati menumbuhkan kebeningan hati, kerendahan diri, dan cinta kepada Allah tanpa melanggar syariat.
Ia mengantarkan manusia pada maqam ikhlas, sabar, dan ridha, bukan pada keangkuhan spiritual atau klaim kesaktian.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an al-Karim
- Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim
- Al-Ghazali, Ihyā’ ‘Ulūm ad-Dīn
- Ibn Taymiyyah, Majmū‘ al-Fatāwā
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Madarij as-Salikin
- Abdul Qadir al-Jailani, Futuh al-Ghaib
- Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an


Posting Komentar