🕌 Markup Anggaran dan Laporan Fiktif: Perspektif Islam dan Hukum Negara RI
1. Pengantar
Fenomena markup anggaran (penggelembungan biaya proyek) dan laporan fiktif (laporan palsu yang tidak sesuai realitas keuangan) menjadi salah satu bentuk korupsi struktural di berbagai lembaga pemerintahan maupun swasta.
Dalam perspektif Islam, tindakan ini termasuk ghulul (penggelapan), khianat, dan risywah (suap) yang sangat diharamkan.
Dalam hukum positif Indonesia, tindakan tersebut termasuk tindak pidana korupsi dan pemalsuan data keuangan yang dapat dipidana berat.
2. Dalil Al-Qur’an dan Hadis
📖 a. Larangan Memakan Harta Secara Batil
قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى:
"وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ"
(QS. Al-Baqarah: 188)
Artinya:
“Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan cara yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan dosa, padahal kamu mengetahui.”
➡️ Ayat ini menjadi dasar larangan segala bentuk korupsi, mark-up, dan laporan palsu, karena termasuk memakan harta publik secara tidak sah.
📜 b. Larangan Penggelapan Amanah
عَنْ عَدِيِّ بْنِ عَمِيرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
(رواه أبو داود)
Artinya:
“Barang siapa kami tugaskan untuk suatu pekerjaan lalu kami beri gaji, maka apa pun yang dia ambil lebih dari itu adalah ghulul (penggelapan).”
(HR. Abu Dawud)
➡️ Hadis ini menegaskan bahwa mengambil keuntungan di luar hak resmi (markup, gratifikasi, dll) termasuk ghulul yang diharamkan.
⚖️ c. Ancaman bagi Pengkhianat dan Pemalsu
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ"
(متفق عليه)
Artinya:
“Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berdusta, jika berjanji ingkar, dan jika diberi amanah berkhianat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
➡️ Membuat laporan keuangan fiktif termasuk kedustaan dan pengkhianatan amanah publik.
3. Pandangan Ulama Klasik dan Kontemporer
-
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum ad-Din menegaskan:
“Harta publik (baitul mal) haram diambil tanpa hak, karena termasuk hak umat seluruhnya.”
-
Ibnu Taimiyah berkata:
“Siapa pun yang mengambil sesuatu dari harta umat dengan cara yang tidak benar, maka dia termasuk pencuri dari hak kaum Muslimin.” (Majmu’ al-Fatawa, 28/270)
-
Syaikh Yusuf al-Qaradawi menegaskan dalam Fiqh al-Daulah:
“Korupsi dan manipulasi laporan keuangan adalah bentuk khianat terhadap Allah, Rasul, dan kaum mukminin, sekaligus pengkhianatan terhadap negara.”
4. Perspektif Hukum Negara Republik Indonesia
Markup anggaran dan laporan fiktif termasuk tindak pidana menurut beberapa peraturan:
-
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Pasal 2 ayat (1):
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun.” - Pasal 3:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan... dipidana penjara maksimal 20 tahun.”
- Pasal 2 ayat (1):
-
Pasal 263 KUHP — tentang Pemalsuan Dokumen:
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, dipidana penjara paling lama enam tahun.”
5. Contoh Kasus Nyata
-
Kasus Mark-Up Proyek Pengadaan Barang/Jasa:
Suatu instansi menaikkan harga barang hingga dua kali lipat dari harga pasar untuk memperoleh “fee”.
Laporan keuangan dibuat seolah-olah sah, padahal sebagian besar anggaran dikembalikan dalam bentuk suap atau gratifikasi. -
Kasus Laporan Fiktif Kegiatan:
Pembuatan laporan seminar atau perjalanan dinas yang tidak pernah dilakukan, tetapi dana tetap dicairkan.
6. Dampak Negatif
| Aspek | Dampak |
|---|---|
| Spiritual | Hilangnya keberkahan harta dan doa tidak diterima karena memakan yang haram. |
| Sosial | Rusaknya kepercayaan publik terhadap lembaga dan pejabat. |
| Ekonomi | Pemborosan anggaran negara, menghambat pembangunan dan kesejahteraan rakyat. |
| Moral | Menumbuhkan budaya tipu daya dan ketidakjujuran generasi penerus. |
7. Solusi dan Pencegahan
-
Tazkiyatun Nafs (Pembersihan Hati)
Menanamkan kesadaran bahwa setiap jabatan adalah amanah.إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisā’: 58) -
Transparansi dan Audit Publik
Diterapkan sistem digital audit keuangan terbuka. -
Pendidikan Anti-Korupsi Islami
Mengintegrasikan nilai-nilai kejujuran (ṣidq), amanah, dan tanggung jawab dalam pendidikan dan pelatihan ASN. -
Penegakan Hukum Tegas dan Adil
Hukum negara harus dijalankan tanpa pandang bulu sesuai asas “fiqh siyasah: sadd adz-dzari’ah” — menutup jalan menuju kemungkaran.
8. Hikmah
- Kejujuran dan amanah adalah pilar keberlanjutan bangsa.
- Mark-up dan laporan fiktif hanya memberi keuntungan sesaat, tapi menghancurkan moral dan keberkahan.
- Negara yang bersih dari korupsi adalah negara yang diridhai Allah.
إِنَّ اللّٰهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak akan memperbaiki perbuatan orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. Yunus: 81)
Kesimpulan
Dalam perspektif Islam, markup anggaran dan laporan fiktif adalah perbuatan haram dan dosa besar karena termasuk pengkhianatan terhadap amanah publik.
Dalam hukum negara RI, tindakan ini merupakan tindak pidana korupsi dan pemalsuan dokumen dengan ancaman penjara berat.
Solusinya adalah sinergi antara iman, pendidikan moral, dan sistem hukum yang transparan, agar tercipta tata kelola pemerintahan yang bersih (good governance) dan diridhai Allah SWT.
Batam, 23 Oktober 2025.


Posting Komentar