MAJIKAN YANG SENGAJA MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN UPAH: TINJAUAN ISLAM DAN HUKUM NEGARA REPUBLIK INDONESIA



MAJIKAN YANG SENGAJA MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN UPAH: TINJAUAN ISLAM DAN HUKUM NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Pendahuluan

Dalam Islam, hubungan kerja antara majikan dan pekerja tidak hanya bersifat kontraktual tetapi juga moral dan spiritual. Pekerja adalah amanah yang harus diperlakukan dengan adil, sedangkan upah adalah hak yang wajib diserahkan tepat waktu sesuai kesepakatan. Menunda-nunda pembayaran upah tanpa alasan yang sah merupakan bentuk kezaliman (ظلم) yang sangat dikecam dalam syariat Islam. Dalam konteks hukum negara, tindakan ini juga termasuk pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang dapat dikenai sanksi administratif maupun pidana.


Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis

1. Al-Qur’an Surah Al-Mā’idah ayat 1

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu." (QS. Al-Mā’idah: 1)

🔹 Makna:
Perintah ini mencakup semua bentuk perjanjian termasuk kontrak kerja. Maka keterlambatan atau pengingkaran terhadap pembayaran upah merupakan pelanggaran terhadap akad dan keadilan.


2. Hadis Riwayat al-Bukhari (2227) dan Ibnu Majah (2443)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. al-Bukhari dan Ibnu Majah)

🔹 Makna:
Rasulullah ﷺ menegaskan pentingnya ketepatan waktu dalam pembayaran upah, menunjukkan bahwa penundaan tanpa alasan syar‘i merupakan bentuk kezaliman.


3. Hadis Riwayat al-Bukhari (2315)

قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ... وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ
“Ada tiga golongan yang akan menjadi musuh-Ku pada hari kiamat... di antaranya seseorang yang mempekerjakan pekerja lalu telah menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak diberi upahnya.” (HR. al-Bukhari)

🔹 Makna:
Hadis ini menunjukkan betapa beratnya dosa orang yang menahan atau menunda upah tanpa hak. Bahkan Allah sendiri akan menjadi “musuh”-nya di hari kiamat.


Pendapat Ulama Klasik

  1. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menegaskan:

    “Menunda pembayaran hak orang lain tanpa alasan syar’i adalah kezaliman, dan kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat.”

  2. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa hadis “sebelum kering keringatnya” menunjukkan ta’jilul haqq (penyegerahan hak) adalah wajib, kecuali bila disepakati waktu tertentu.

  3. Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menambahkan:

    “Bila seseorang mampu membayar namun menunda-nunda, maka ia tergolong zalim dan dosa besar.”


Pandangan Ulama Kontemporer

  1. Syaikh Yusuf al-Qaradawi menegaskan dalam Fiqh al-Mu‘āmalāt al-Māliyah:

    “Upah adalah hak manusia yang harus ditunaikan segera; menundanya tanpa sebab syar‘i adalah dosa besar dan pengkhianatan terhadap amanah.”

  2. Majma‘ al-Fiqh al-Islami (OKI) pada tahun 1987 menyatakan bahwa menunda gaji karyawan tanpa alasan sah adalah pelanggaran terhadap prinsip ‘adl (keadilan) dan ihsān dalam muamalah.


Hukum Negara Republik Indonesia

Dalam hukum positif, ketentuan pembayaran upah diatur oleh beberapa regulasi, antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 93 ayat (2):

    “Pengusaha wajib membayar upah tepat waktu sesuai dengan perjanjian kerja.”

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Pasal 55:

    “Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh paling lambat satu bulan sekali atau sesuai kesepakatan yang tidak melebihi satu bulan.”

  3. Sanksi:
    Berdasarkan Pasal 185 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, pelanggaran terhadap kewajiban membayar upah tepat waktu dapat dikenai sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda hingga Rp100 juta.


Contoh Kasus

Seorang majikan menunda gaji karyawan selama dua bulan dengan alasan “menunggu hasil usaha”, padahal modal dan omzet cukup. Dalam pandangan syariat, hal ini termasuk zalim karena pekerja telah menunaikan kewajibannya, sedangkan majikan lalai membayar haknya. Dalam hukum negara, hal ini dapat dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan untuk penegakan sanksi.


Dampak Negatif

  1. Moral: Menumbuhkan ketidakadilan dan hilangnya kepercayaan antara pekerja dan majikan.
  2. Sosial: Memicu konflik industrial, demonstrasi, bahkan pemutusan hubungan kerja.
  3. Ekonomi: Menurunkan produktivitas karena motivasi pekerja melemah.
  4. Spiritual: Menjerumuskan pelaku dalam dosa besar dan ancaman azab Allah.

Hikmah

  • Islam mengajarkan bahwa bekerja adalah ibadah, dan membayar upah tepat waktu adalah bagian dari taqwa dan ihsan.
  • Ketepatan membayar upah melahirkan barakah dalam usaha dan menumbuhkan kesejahteraan sosial.
  • Menunda upah tanpa hak justru mengundang murka Allah dan hilangnya keberkahan rezeki.

Solusi

  1. Dari sisi majikan:

    • Menetapkan sistem keuangan yang transparan dan terjadwal.
    • Mengutamakan pembayaran gaji sebagai prioritas utama operasional.
    • Menyadari bahwa membayar upah adalah kewajiban syar‘i, bukan kemurahan hati.
  2. Dari sisi pekerja:

    • Mengedepankan musyawarah dan tabayyun sebelum melapor.
    • Menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum bila tidak ada itikad baik.
  3. Dari sisi pemerintah:

    • Memperkuat pengawasan ketenagakerjaan.
    • Memberikan edukasi hukum dan etika bisnis kepada pengusaha.

Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.
  3. Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah.
  4. Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din.
  5. Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari.
  6. Imam Nawawi, Syarh Shahih Muslim.
  7. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Mu‘āmalāt al-Māliyah al-Mu‘āshirah.
  8. Majma‘ al-Fiqh al-Islami (OKI), Qarārāt wa Tausyīhāt (1987).
  9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
  11. Kementerian Ketenagakerjaan RI, Panduan Hubungan Industrial dan Pengupahan (2023).

Batam, 23 Oktober 2025

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama