Kebohongan Lebih Cepat Menyebar daripada Kebenaran di Era Digital
Pendahuluan
Di era digital informasi bergerak dengan sangat cepat: satu unggahan, satu status, satu video singkat dapat menyebar ke jutaan orang dalam hitungan jam. Ironisnya, kebohongan (misinformation/disinformation) sering kali menyebar lebih cepat dan lebih luas dibanding kebenaran. Faktor teknologi (algoritme, viralitas), psikologi manusia (konfirmasi bias, emosi), dan kelemahan literasi menjelaskan fenomena ini. Sebagai muslim, kita dipanggil untuk menegakkan kebenaran dan menjauhi kebohongan — bukan hanya secara pribadi tetapi juga dalam ruang publik digital.
Dalil
1. Al-Qur’an — Kebenaran akan datang, bathil akan lenyap
النص العربي:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
(سورة الإسراء / 17:81)
Terjemah (ID):
“Dan katakanlah: ‘Telah datang kebenaran dan lenyaplah kebatilan.’ Sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap.” (QS. Al-Isrā’ 17:81)
2. Al-Qur’an — Berbicara dengan benar / ucapkanlah perkataan yang lurus
النص العربي:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
(سورة الأحزاب / 33:70)
Terjemah (ID):
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar (lurus).” (QS. Al-Ahzāb 33:70)
3. Hadis Nabi ﷺ — Bahaya kebohongan
النص العربي:
إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا.
(رواه البخاري ومسلم)
Terjemah:
“Waspadalah terhadap kebohongan, karena sesungguhnya kebohongan mengarah kepada kefasikan, dan kefasikan mengarah kepada neraka. Seorang lelaki terus-menerus berdusta dan mengejar kebohongan hingga dia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. al-Bukhārī & Muslim — ringkasan)
4. Prinsip amar ma’ruf nahi mungkar (nasihat dan perbaikan)
Al-Qur’an dan sunnah mendorong umat Islam untuk menegakkan kebenaran, memberi nasihat, dan mencegah kemungkaran — termasuk menahan diri dari menyebarkan kebohongan dan aktif meluruskan informasi yang salah. (Lihat umum: perintah amar ma’rūf wa nahy munkar, berbagai ayat dan hadits terkait.)
Fenomena dan Contoh di Era Digital
- Viralitas emosional: Konten yang membangkitkan emosi (marah, takut, iba) lebih cepat dibagi. Kebohongan yang dirancang untuk memicu emosi menyebar lebih cepat daripada artikel analitis yang penuh data.
- Algoritme platform: Sistem rekomendasi di media sosial prioritaskan engagement — bukan kebenaran — sehingga konten sensasional mendapat jangkauan luas.
- Kecepatan di atas verifikasi: Orang sering membagikan “sekilas informasi” tanpa mengecek sumber. Sikap “share dulu, cek belakangan” mempercepat penyebaran hoaks.
- Deepfake & manipulasi visual: Teknologi membuat audio/video palsu yang sulit dibedakan secara sekilas.
- Fragmentasi narasi: Informasi yang disunting sebagian (out-of-context) membuat kebenaran terdistorsi.
- Kepentingan politik/ekonomi: Grup terorganisir menyebarkan disinformasi untuk keuntungan politik atau komersial.
Contoh konkret (tanpa merujuk kasus spesifik supaya tetap fokus pada analisis): unggahan yang mengklaim tokoh publik berkata sesuatu yang sensasional, gambar yang diklaim sebagai kejadian penting padahal editing, berita kesehatan palsu yang cepat memicu panik, dsb.
Dampak (Spiritual, Sosial, Politik, Individu)
- Kerusakan akidah & moral: Kebohongan yang menyasar isu agama dapat menyesatkan umat; merusak pemahaman terhadap teks suci.
- Keretakan sosial: Hoaks memicu permusuhan, fitnah, polarisasi—memecah umat dan masyarakat.
- Krisis kepercayaan: Ketika kebohongan marak, orang jadi skeptis terhadap sumber informasi yang sahih (termasuk ulama, lembaga).
- Kerugian ekonomi & kesehatan: Bisnis dan nyawa dapat terdampak oleh informasi palsu (mis. penipuan, hoaks kesehatan).
- Isu hukum & keamanan: Disinformasi berpotensi memicu kekerasan, kerusuhan, atau tindakan hukum terhadap pihak yang menjadi korban fitnah.
- Bahaya individu: Reputasi tercemar, tekanan psikologis, dan dalam kasus tertentu ancaman fisik terhadap yang difitnah.
Solusi — Strategi Islami & Praktis untuk Mengatasi Penyebaran Kebohongan
A. Solusi Individu (tingkat personal)
- Taat pada dalil: Pegang prinsip Al-Qur’an dan sunnah: ucapkan yang benar, jauhi dusta.
- Kebiasaan verifikasi sebelum share: Periksa sumber, tanggal, konfirmasi gambar/video. Prinsip: “Jika ragu, jangan bagikan.”
- Tasammuh & adab dalam berdebat: Sampaikan koreksi dengan adab, menghindari emosi yang memperparah penyebaran.
- Perbaiki niat: Jangan bagikan untuk mencari perhatian atau keuntungan jika informasi belum jelas kebenarannya.
B. Solusi Komunitas & Dakwah
- Pendidikan literasi media: Kajian di pesantren, majelis taklim, sekolah—ajarkan cara cek fakta dan etika bermedia sosial.
- Menguatkan ulama/da’i yang kredibel di ranah digital: Konten dakwah yang informatif/merujuk ke sumber sahih membantu melawan narasi palsu.
- Kelompok fact-checking berbasis komunitas: Lembaga keagamaan bekerja sama dengan organisasi pemeriksa fakta untuk meluruskan hoaks yang menyerang isu agama.
C. Solusi Teknologi & Hukum
- Kerjasama platform dengan pihak berkompeten: Flagging, removal, dan konteks tambahan pada konten yang salah.
- Regulasi yang proporsional: Hukum yang menindak penyebaran informasi yang jelas-jelas merugikan/fitnah, dengan perlindungan kebebasan berpendapat.
- Pengembangan teknologi verifikasi (watermarking, deteksi deepfake): Investasi untuk memudahkan publik membedakan asli/palsu.
D. Solusi Teologis & Etis
- Menegakkan adab dakwah: Ketika membantah kebohongan, lakukan dengan hikmah, nasihat, dan maslahat.
- Menanamkan tanggung jawab moral: Di setiap majelis pengajian dan pendidikan agama ditekankan etika berkata-kata dan bermedia sosial.
Metode Praktis (Checklist) bagi Pembaca Muslim
- Jangan memforward tanpa cek sumber.
- Cek tanggal dan konteks (apakah video/gambar lama atau direcycle?).
- Periksa sumber primer (apakah ada kutipan langsung, rekaman utuh, rujukan resmi?).
- Jangan menyebarkan konten yang berniat provokatif.
- Jika menemukan hoaks yang menyebar dalam komunitas, koreksi dengan cara santun dan sertakan sumber yang dapat dipercaya.
- Ikuti akun-akun dakwah yang kredibel dan institusi resmi untuk informasi agama yang sahih.
Hikmah (Pelajaran Spiritual dan Sosial)
- Ujian zaman: Era digital menjadi ujian bagi keimanan dan akhlak; kebenaran tetap akan datang sebagaimana firman Allah (QS. 17:81), namun umat diuji dalam kesabaran dan ketekunan menegakkan kebenaran.
- Panggilan untuk menegakkan amanah: Menyebarkan informasi benar adalah amanah; menyebarkan kebohongan adalah dosa.
- Pentingnya ilmu & hikmah: Keterampilan literasi media adalah bagian dari ilmu yang mesti dikuasai umat untuk menjaga diri dan masyarakat.
- Solidaritas dan tanggung jawab kolektif: Menjaga ruang publik digital adalah tanggung jawab bersama—ulama, pemerintah, platform, dan masyarakat.
Penutup singkat
Kebohongan memang sering kali nampak lebih cepat menyebar di era digital — tetapi dari perspektif iman, kebenaran adalah jalan yang hakiki dan memiliki janji Allah. Kewajiban kita adalah bersikap hati-hati, beretika, berilmu, dan aktif meluruskan hal yang salah dengan cara yang santun dan efektif. Dengan demikian kita menjaga tidak hanya kebenaran informasi tetapi juga keutuhan umat dan kehormatan agama.
Daftar Pustaka & Referensi Rujukan (untuk pembaca yang ingin mendalami)
- Al-Qur’anul Karim (terjemah bahasa Indonesia — berbagai penerbit).
- Ṣaḥīḥ al-Bukhārī — Kitab hadits (terutama hadis tentang bahaya kebohongan).
- Ṣaḥīḥ Muslim — Kitab hadits.
- Imam al-Ghazālī — Ihyāʾ ʿUlūm al-Dīn (khusus bab akhlāq dan adab berbicara).
- Karya-karya tentang etika media & literasi — (buku/bahan ajar literasi media; silakan cari di perpustakaan atau jurnal).
- Artikel-artikel riset dan laporan tentang “misinformation” dan “digital literacy” (pilih jurnal komunikasi, studi Islam kontemporer, dan publikasi lembaga pemeriksa fakta).
- Buku/risalah kajian tentang amar maʿrūf wa nahy munkar dalam konteks modern (berbagai penulis dan lembaga kajian Islam).


Posting Komentar