Jangan Takut kepada Manusia, Tapi Takutlah kepada Allah



Jangan Takut kepada Manusia, Tapi Takutlah kepada Allah

(Tafsir QS. Al-Mā’idah: 44)

Kutipan Ayat

قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى:
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًاۚ
(QS. Al-Mā’idah: 44)

Artinya:

“Maka janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku; dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.”


Pendahuluan

Dalam kehidupan modern yang sarat tekanan sosial, politik, dan ekonomi, manusia sering kali takut berbicara benar karena khawatir kehilangan jabatan, reputasi, atau penerimaan sosial. Rasa takut ini menjauhkan kita dari keberanian moral yang seharusnya lahir dari iman kepada Allah.

Al-Qur’an melalui ayat ini menegaskan: “Janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku.”
Sebuah pesan abadi yang menegakkan prinsip keikhlasan, kejujuran, dan keteguhan hati dalam menegakkan kebenaran, meskipun harus melawan arus manusia.


Tafsir dan Makna Ayat

Ayat ini turun berkenaan dengan Bani Israil, khususnya para ulama dan hakim mereka yang mengetahui hukum Allah dalam Taurat, namun menyembunyikannya atau memutarnya karena takut kepada manusia dan demi kepentingan duniawi.

1. Makna “فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ”

Yakni: jangan takut kepada manusia dalam menyampaikan kebenaran.
Ketakutan kepada manusia sering kali muncul karena dorongan duniawi — takut kehilangan pengaruh, harta, atau kedudukan.

2. Makna “وَاخْشَوْنِ”

Artinya: takutlah kepada-Ku (Allah).
Rasa takut kepada Allah (khasyyah) bukan sekadar ketakutan fisik, melainkan kesadaran spiritual bahwa Allah Maha Mengetahui setiap niat, ucapan, dan tindakan kita.


Pendapat Para Ulama

Tafsir Ibnu Katsir

“Allah memerintahkan mereka agar tidak takut kepada manusia dalam menegakkan hukum Allah, dan hendaklah mereka takut kepada Allah semata. Sebab, takut kepada manusia akan menjerumuskan kepada penyimpangan kebenaran.”
(Tafsīr Ibn Kathīr, 3/128)

Tafsir al-Qurṭubī

“Ayat ini menunjukkan kewajiban bagi para pemimpin, ulama, dan hakim agar tidak takut kepada siapa pun dalam menegakkan hukum Allah. Karena takut kepada manusia menyebabkan hilangnya keadilan.”
(al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān, 6/185)

Tafsir as-Sa‘dī

“Jangan takut kepada manusia dalam menyampaikan kebenaran, karena mereka tidak mampu memberi manfaat atau mudarat kecuali dengan izin Allah. Rasa takut yang benar hanyalah kepada Allah.”
(Tafsīr as-Sa‘dī, hlm. 221)


Makna dan Hikmah yang Dapat Diambil

  1. Meneguhkan Keberanian Iman:
    Orang yang takut kepada Allah tidak akan takut kepada siapa pun selain-Nya. Keteguhan ini melahirkan keberanian moral dan spiritual.

  2. Menolak Tekanan Duniawi:
    Ayat ini mengingatkan agar tidak menjual nilai-nilai agama demi keuntungan materi — seperti menyembunyikan kebenaran, manipulasi hukum, atau kompromi terhadap prinsip.

  3. Menumbuhkan Integritas Ulama dan Pemimpin:
    Seorang pemegang amanah — baik ulama, hakim, maupun pejabat — harus adil dan jujur, tidak tunduk pada kepentingan kelompok atau tekanan politik.

  4. Membangun Kepribadian Tauhid:
    Rasa takut kepada Allah adalah cermin tauhid sejati. Ketika hati dipenuhi dengan rasa takut kepada Allah, maka hilanglah rasa takut kepada makhluk.


Fenomena di Era Modern

Di era digital, bentuk ketakutan kepada manusia muncul dengan wajah baru:

  • Takut kehilangan follower atau citra publik ketika membela kebenaran.
  • Takut dikucilkan karena berbeda pandangan dengan mayoritas.
  • Takut menolak kebijakan zalim karena tekanan sosial atau ekonomi.

Padahal, keberanian moral adalah tanda iman yang hidup.
Orang beriman tidak mencari ridha manusia dengan mengorbankan ridha Allah.


Kata Hikmah Ulama

Al-Fuḍail bin ‘Iyāḍ berkata:
“Barang siapa takut kepada Allah, maka Allah jadikan segala sesuatu takut kepadanya; dan barang siapa takut kepada manusia, maka Allah jadikan dia takut kepada segala sesuatu.”


Solusi dan Sikap yang Benar

  1. Perkuat Tauhid dan Keimanan.
    Sadari bahwa segala kekuasaan dan rezeki hanya dari Allah.

  2. Biasakan berkata benar.
    Rasulullah ﷺ bersabda:

    “Katakanlah yang benar, walaupun pahit.” (HR. Ahmad)

  3. Didik jiwa dengan muraqabah (kesadaran diawasi Allah).
    Dengan itu, manusia akan malu kepada Allah jika menyeleweng.

  4. Bersandar pada janji Allah, bukan pada kekuatan manusia.

    “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)


Penutup

Ayat “فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ” adalah panggilan Allah untuk membebaskan diri dari perbudakan manusia menuju perhambaan sejati kepada Allah.
Takut kepada Allah menumbuhkan keberanian, keteguhan, dan kemerdekaan jiwa.

“Barang siapa yang takut kepada Allah, maka tidak ada lagi yang perlu ia takuti.”




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama