Fenomena Memajang Foto Auliya’ demi Rezeki dan Karomah: Tinjauan Aqidah, Dalil, dan Pandangan Ulama



Fenomena Memajang Foto Auliya’ demi Rezeki dan Karomah: Tinjauan Aqidah, Dalil, dan Pandangan Ulama

Pendahuluan

Fenomena memajang foto para auliya’ (wali Allah) di rumah, toko, atau kendaraan dengan keyakinan bahwa hal itu dapat mendatangkan rezeki, berkah, atau karomah, telah menjadi tradisi di sebagian masyarakat muslim. Keyakinan tersebut sering didasari pada rasa cinta dan penghormatan terhadap para wali. Namun, persoalan ini tidak sederhana, sebab menyangkut masalah aqidah, niat ibadah, dan batas antara tabarruk (mengharap berkah) yang dibenarkan dengan tathayyur (menggantungkan keberuntungan pada benda) yang dilarang.


1. Dasar Aqidah tentang Keberkahan dan Karomah

Dalam Islam, barakah (berkah) adalah kelebihan kebaikan dari Allah yang terus berkembang. Sumber segala berkah adalah Allah semata, bukan makhluk.

📖 Dalil al-Qur’an:

قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Katakanlah: Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Āli ‘Imrān [3]: 73)

➡️ Makna: Semua bentuk rezeki, berkah, dan karomah berasal dari Allah, bukan dari gambar, benda, atau perantara tanpa izin Allah.


2. Karomah Auliya’ dan Batasannya

Para wali memang diberi karomah oleh Allah, yaitu kejadian luar biasa yang terjadi di tangan orang saleh, namun karomah tidak bisa diwariskan atau dilekatkan pada foto, makam, atau benda peninggalan mereka.

📖 Dalil:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ۝ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang beriman dan bertakwa.”
(QS. Yūnus [10]: 62–63)

➡️ Makna: Karomah adalah bukti kemuliaan wali di sisi Allah, bukan sarana material yang bisa dipindah ke foto atau benda mati.

📖 2. Dalil Al-Qur’an

a. Larangan menggantungkan harapan pada selain Allah

> وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللّٰهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ

“Dan kebanyakan dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan mereka (juga) mempersekutukan-Nya.”

(QS. Yusuf [12]: 106)

📚 Tafsir:

Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mencela orang yang menisbatkan manfaat dan mudarat kepada selain Allah, meskipun mereka mengaku beriman. Ini termasuk keyakinan bahwa gambar atau benda memiliki pengaruh ghaib.

---

b. Tauhid rububiyyah dan asbāb

> قُل لَّا يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ

“Katakanlah: Tidak ada yang dapat menimpakan bahaya dan memberi manfaat kepadamu selain apa yang dikehendaki Allah.”

(QS. Al-Jin [72]: 21)

📚 Ayat ini menegaskan bahwa segala rezeki, karomah, dan perlindungan hanya dari Allah, bukan dari benda, foto, atau simbol apa pun.

---

🕌 3. Dalil Hadits

a. Larangan menggantungkan jimat dan benda yang diyakini membawa berkah

> مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلَا وَدَعَ اللَّهُ لَهُ

“Barang siapa menggantungkan tamimah (jimat), semoga Allah tidak menyempurnakan urusannya. Dan barang siapa menggantungkan wada‘ah (kulit kerang yang dianggap penolak bala), semoga Allah tidak memberikan ketenangan kepadanya.”

(HR. Ahmad no. 17440, sahih menurut al-Albani)

📚 Hadits ini menjadi qiyās (analogi) terhadap praktik modern seperti menggantung foto orang saleh dengan keyakinan membawa berkah atau rezeki — termasuk dalam larangan menggantungkan benda dengan keyakinan ghaib.

---

b. Tentang gambar makhluk bernyawa

> إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

“Sesungguhnya orang yang paling berat azabnya pada hari kiamat adalah para pembuat gambar (makhluk bernyawa).”

(HR. Bukhari no. 5950, Muslim no. 2109)

📚 Makna: bukan sekadar membuat gambar, tapi ketika gambar itu diagungkan, dihormati secara ghaib, atau dijadikan simbol kesucian yang dimintai manfaat — maka hal itu mendekati ghuluw seperti yang terjadi pada kaum Nabi Nuh dengan patung Wadd, Suwa‘, Yaghuts, Ya‘uq, dan Nasr (lihat QS. Nuh: 23).


4. Pandangan Ulama Klasik tentang Tabarruk

Para ulama menjelaskan bahwa tabarruk (mengambil berkah) boleh jika:

  1. Dari benda yang disyariatkan, seperti Ka‘bah, air zamzam, atau bekas peninggalan Nabi ﷺ.
  2. Tidak diyakini memiliki kekuatan sendiri, tetapi hanya sebagai sebab dengan izin Allah.

🔹 Imam Ibn Taymiyyah berkata:

مَنْ تَبَرَّكَ بِآثَارِ الْأَنْبِيَاءِ فَهُوَ حَقٌّ، وَأَمَّا التَّبَرُّكُ بِآثَارِ غَيْرِهِمْ فَهُوَ مِنَ الْبِدَعِ وَالْمُنْكَرَاتِ
“Barangsiapa bertabarruk dengan peninggalan para Nabi, maka itu benar. Adapun bertabarruk dengan selain mereka (wali, orang saleh) maka termasuk bid‘ah dan kemungkaran.”
(Majmū‘ al-Fatāwā, 27/79)

🔹 Imam al-Ghazali menjelaskan:

“Mencintai wali Allah adalah ibadah, tetapi menjadikan gambar atau kuburannya sebagai perantara rezeki adalah ghuluw (berlebih-lebihan) yang dilarang.”
(Ihyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, Jilid IV)


5. Pandangan Ulama Kontemporer

🔹 Syaikh ‘Abd al-‘Aziz bin Bāz رحمه الله berkata:

“Menggantungkan gambar orang saleh atau syaikh di rumah atau toko dengan harapan mendapat berkah adalah syirik kecil, karena mengandung keyakinan bahwa gambar itu memberi manfaat.”
(Fatāwā Ibn Bāz, 1/134)

🔹 Syaikh Yusuf al-Qaradawi menjelaskan:

“Cinta kepada wali tidak boleh diubah menjadi bentuk pengagungan yang menyerupai penyembahan. Tidak ada barakah pada foto, kain, atau benda mati, karena keberkahan itu hanya dengan dzikir, amal saleh, dan doa.”
(al-‘Aqīdah wa asy-Syarī‘ah fī al-Islām)


6. Fenomena di Era Modern

Banyak masyarakat menempelkan foto para auliya’ atau kiai di dinding toko, kendaraan, atau dompet, dengan keyakinan:

  • agar usaha lancar,
  • rumah terlindungi dari bala’,
  • atau agar mendapat karomah sang wali.

Namun, fenomena ini sering bergeser dari rasa cinta menjadi kepercayaan ghaib pada benda, mendekati tathayyur (percaya pada pertanda) yang dilarang Nabi ﷺ.

📖 Hadits:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka sungguh ia telah berbuat syirik.”
(HR. Ahmad, no. 17440)

➡️ Analogi: Jika seseorang menggantung foto dengan keyakinan bahwa gambar itu mendatangkan rezeki, maka hal itu sama maknanya dengan menggantung jimat — hanya berbeda bentuk.


7. Dampak Negatif Fenomena Ini

  1. Melemahkan tauhid: Menganggap ada kekuatan selain Allah.
  2. Menumbuhkan khurafat dan bid‘ah dalam masyarakat.
  3. Menurunkan semangat ibadah sejati: karena berharap pada simbol, bukan amal.
  4. Menjadi pintu syirik kecil, dan jika diyakini memberi pengaruh tanpa izin Allah — bisa menjadi syirik besar.
  5. Menodai citra para wali yang sejatinya mengajarkan tauhid murni.

8. Contoh Kasus Nyata

  • Di beberapa daerah, foto wali terkenal (misalnya Wali Songo, Habib, atau kiai kharismatik) dipajang di warung dengan doa: “Biar berkah usahanya, ikut karomah beliau.”
  • Di kendaraan, foto ulama ditempel bersama ayat kursi sebagai “penolak bala”.
  • Di rumah, gambar kiai digantung di ruang tamu agar “penghuninya adem dan murah rezeki”.

➡️ Padahal, keberkahan rumah bukan dari gambar, tetapi dari shalat, dzikir, dan bacaan Al-Qur’an di dalamnya.


9. Solusi dan Sikap Bijak

  1. Luruskan niat: Cinta kepada wali cukup diwujudkan dengan meneladani amal dan akhlaknya, bukan melalui benda.
  2. Isi rumah dengan dzikir dan Qur’an, bukan foto yang diyakini membawa berkah.
  3. Tingkatkan ilmu tauhid, agar umat tidak mudah terjebak dalam keyakinan ghaib yang salah.
  4. Jika ingin tabarruk, lakukan dengan cara syar‘i:
    • Doa kepada Allah,
    • Silaturahim dengan orang saleh,
    • Shalat berjamaah dan amal kebajikan.

📖 Dalil:

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).”
(QS. an-Naḥl [16]: 53)


10. Kesimpulan

Memajang foto para auliya’ dengan keyakinan membawa rezeki atau karomah tidak memiliki dasar syar‘i, bahkan berpotensi menjerumuskan kepada syirik kecil bila diyakini memberi pengaruh gaib.
Islam mengajarkan untuk menghormati wali dengan meneladani iman dan amalnya, bukan mengultuskan gambarnya.

🔹 Keberkahan datang dari Allah, bukan dari gambar, benda, atau makhluk.
🔹 Tauhid adalah fondasi yang harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh khurafat dan bid‘ah.


Kutipan Penutup

قال رسول الله ﷺ:
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah Allah (yakni perintah dan larangan-Nya), niscaya Allah akan menjagamu.”
(HR. Tirmidzi, no. 2516)

➡️ Makna: Perlindungan, karomah, dan rezeki sejati hanya datang dari Allah, bukan dari simbol atau foto siapa pun.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama