ZAT ALLAH DI LUAR MAKHLUK
Bantahan Ilmiah terhadap Aliran-Aliran yang Menyimpang dalam Memahami Keberadaan Allah
Abstrak
Sebagian aliran dalam sejarah dan pemikiran Islam—baik klasik maupun kontemporer—telah menyimpang dalam memahami hubungan antara Zat Allah dan makhluk. Penyimpangan tersebut muncul dalam bentuk hulūl, ittihād, tajsīm, antropomorfisme, dan peniadaan tanzīh. Makalah ini bertujuan membantah secara ilmiah dan sistematis aliran-aliran tersebut berdasarkan dalil Al-Qur’an, Hadis Nabi ﷺ, ijma’ ulama Ahlus Sunnah wal Jama‘ah, serta analisis rasional yang lurus.
Pendahuluan: Pentingnya Bantahan Aqidah
Ulama Ahlus Sunnah sepakat bahwa membantah penyimpangan aqidah adalah bagian dari menjaga agama. Imam Ahmad berkata:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي كُلِّ زَمَانٍ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى
“Segala puji bagi Allah yang menjadikan pada setiap masa orang-orang berilmu yang mengajak yang sesat kembali kepada petunjuk.”
Maka bantahan terhadap penyimpangan aqidah bukan fitnah, melainkan nashihah.
ALIRAN PERTAMA: PAHAM HULŪL (Allah Menyatu dalam Makhluk)
Definisi Hulul
Hulūl adalah keyakinan bahwa Allah ‘masuk’, menetap, atau hadir dalam diri makhluk tertentu.
Bantahan Al-Qur’an
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.”
(QS. Asy-Syūrā: 11)
Jika Allah menyatu dalam makhluk:
- Allah menjadi serupa dengan makhluk
- Allah membutuhkan wadah
Ini bertentangan dengan ayat di atas.
Bantahan Hadis
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ
“Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya.”
(HR. al-Bukhārī)
Hadis ini menunjukkan:
- Allah ada tanpa makhluk
- Allah tidak berubah setelah makhluk diciptakan
Ijma’ Ulama
Imam Ibn Taymiyyah berkata:
مَنْ قَالَ إِنَّ اللَّهَ حَلَّ فِي شَيْءٍ مِنْ مَخْلُوقَاتِهِ فَهُوَ كَافِرٌ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ
“Siapa yang mengatakan Allah menyatu dalam makhluk-Nya, maka ia kafir menurut ijma’ kaum Muslimin.”
ALIRAN KEDUA: PAHAM ITTIHĀD (Allah dan Makhluk Satu Hakikat)
Definisi Ittihad
Ittihād adalah keyakinan bahwa Allah dan makhluk pada puncaknya adalah satu wujud dan satu hakikat.
Bantahan Al-Qur’an
أَفَمَنْ يَخْلُقُ كَمَنْ لَا يَخْلُقُ
“Apakah Dzat yang menciptakan sama dengan yang tidak menciptakan?”
(QS. An-Naḥl: 17)
Ayat ini menegaskan pemisahan mutlak antara Pencipta dan ciptaan.
Bantahan Ulama
Imam al-Junaid (tokoh tasawuf Ahlus Sunnah) berkata:
مَذْهَبُنَا هَذَا مُقَيَّدٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
“Jalan kami terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”
Ulama tasawuf sendiri menolak ittihad.
ALIRAN KETIGA: TAJSĪM DAN ANTROPOMORFISME (Allah Bertubuh / Berarah)
Definisi
Keyakinan bahwa Allah:
- memiliki ukuran
- menempati ruang
- duduk, berpindah, atau berarah secara fisik
Bantahan Al-Qur’an
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Maha Suci Tuhanmu dari apa yang mereka sifatkan.”
(QS. Aṣ-Ṣāffāt: 180)
Bantahan Ulama Salaf
Imam ath-Thahawi:
تَعَالَى عَنِ الْحُدُودِ وَالْغَايَاتِ
“Allah Maha Tinggi dari batasan dan arah.”
ALIRAN KEEMPAT: PENIADAAN TOTAL (TA‘ṬĪL)
Definisi
Menolak semua sifat Allah dengan alasan tanzih.
Bantahan
Ahlus Sunnah berada di tengah:
- Itsbat tanpa tasybih
- Tanzih tanpa ta‘ṭil
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS. Asy-Syūrā: 11)
KESALAHAN METODOLOGIS UMUM ALIRAN SESAT
- Mengedepankan rasa dan filsafat di atas nash
- Menafsirkan ayat mutasyabihat secara literal
- Mengabaikan ijma’ salaf
- Menjadikan pengalaman spiritual sebagai hujjah aqidah
SIKAP AHLUS SUNNAH WAL JAM‘AH
Imam al-Ghazali menegaskan:
دِينُ اللَّهِ بَيْنَ الْغَالِي وَالْجَافِي
“Agama Allah berada di antara sikap berlebihan dan meremehkan.”
KESIMPULAN
Seluruh aliran yang:
- menempatkan Allah di dalam makhluk,
- menyatukan Allah dengan makhluk,
- menyerupakan Allah dengan makhluk,
- atau meniadakan sifat-Nya,
telah menyimpang dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Aqidah yang lurus adalah meyakini bahwa Zat Allah mutlak di luar makhluk, tanpa arah, tanpa ruang, dan tanpa penyerupaan.


Posting Komentar