SETIAP DIRI DI AKHIRAT AKAN DITANYA TENTANG MENCEGAH KEMUNGKARAN NASAB



SETIAP DIRI DI AKHIRAT AKAN DITANYA TENTANG MENCEGAH KEMUNGKARAN NASAB

Versi Ilmiah Buletin Dakwah Kontemporer 


Pendahuluan: Kemungkaran Nasab sebagai Kejahatan Identitas

Kemungkaran nasab (tazwîr an-nasab / تزوير النسب) termasuk dosa besar yang diancam laknat, karena memalsukan kenyataan keturunan yang merupakan amanah syar’i. Di era kontemporer, fenomena ini muncul dalam bentuk:

  1. mengaku keturunan Nabi ﷺ tanpa sanad otentik,
  2. membeli “sertifikat nasab”,
  3. membuat lembaga abal-abal untuk melegitimasi nasab,
  4. menyandarkan diri pada kabilah atau keluarga tertentu demi prestise, jabatan, atau ekonomi,
  5. menutupi pemalsuan nasab orang lain.

Padahal setiap diri akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat mengenai amanah menjaga kebenaran nasab, sebagaimana seluruh amal manusia akan diperiksa tanpa terkecuali.


I. Dalil Al-Qur’an tentang Pertanggungjawaban Akhirat dan Amanah Nasab

1. Setiap manusia akan ditanya tentang seluruh amalnya

QS. Al-Hijr: 92–93

﴿ فَوَرَبِّكَ لَنَسْـَٔلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ ۝ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴾
“Demi Tuhanmu, sungguh Kami akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan.”[1]

Ayat ini bersifat umum mencakup semua amal, termasuk sikap terhadap amanah nasab, apakah menjaga, meluruskan, atau justru merusaknya.


2. Haramnya menisbatkan seseorang kepada selain ayah biologisnya

QS. Al-Ahzab: 5

﴿ ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ ﴾
“Panggillah mereka dengan (nama) ayah-ayah kandung mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah.”[2]

Ini merupakan nash qath’i bahwa pemalsuan nasab adalah kezaliman dan kejahatan identitas.


3. Nasab termasuk amanah yang tidak boleh diganggu

QS. Al-Nisa: 58

﴿ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا ﴾
“Sungguh Allah menyuruh kalian untuk menunaikan amanat kepada yang berhak.”[3]

Menurut Imam Al-Qurthubi, amanah dalam ayat ini mencakup hak-hak nasab.[4]


4. Kewajiban bersaksi jujur meski merugikan diri sendiri dan kerabat

QS. An-Nisa: 135

﴿ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ﴾
“…meskipun terhadap dirimu sendiri, kedua orang tuamu, dan kerabat dekatmu.”[5]

Ayat ini memerintahkan kejujuran absolut dalam perkara nasab.


5. Mengikuti hawa nafsu dalam urusan nasab merupakan kesesatan

QS. Al-An’am: 116

﴿ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ ﴾
“Mereka tidak lain hanya mengikuti sangkaan dan kebohongan.”[6]

Pemalsuan nasab sering berangkat dari sangkaan tanpa ilmu—hal yang dilarang secara tegas.


II. Dalil Hadits tentang Pemalsuan Nasab dan Pertanggungjawaban Akhirat

1. Laknat besar bagi pemalsu nasab

HR. Muslim

« مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ »
“Barang siapa mengaku kepada selain ayahnya, padahal ia tahu itu bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”[7]


2. Termasuk dosa yang dilaknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia

HR. Bukhari

« مَنِ انْتَسَبَ إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ »
“Siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia.”[8]


3. Tidak diterima amal pelakunya

HR. Ahmad

« مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا »
“Siapa yang mengaku kepada selain ayahnya, Allah tidak menerima amal wajib dan sunnahnya.”[9]


4. Nasab adalah bagian dari amanah kepemimpinan

HR. Bukhari & Muslim

« كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ »
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya.”[10]

Termasuk kepemimpinan dalam menjaga keaslian dan kebenaran nasab.


III. Pandangan Ulama Klasik tentang Kemungkaran Nasab

1. Imam Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurthubi)

Menafsirkan QS. Al-Ahzab:5:
“Ini dalil bahwa menisbatkan kepada selain ayah merupakan kedustaan, kezaliman, dan pengkhianatan terhadap hak-hak kekerabatan.”[11]


2. Imam Ibn Hajar Al-‘Asqalani

Dalam Fath al-Bari, beliau menegaskan:
“Pemalsuan nasab termasuk dosa besar yang mengandung unsur dusta, memakan hak keluarga, dan mencederai kehormatan.”[12]


3. Imam Nawawi

Dalam Syarh Muslim:
“Mengaku keturunan nabi padahal tidak, termasuk dusta paling keji dan paling keras ancamannya.”[13]


IV. Pandangan Ulama Kontemporer

1. Syaikh Yusuf Al-Qaradawi

Dalam Fiqh al-Dawlah, memandang pemalsuan nasab sebagai:

  • kejahatan sosial,
  • penipuan identitas,
  • gharar syar’i,
    karena merusak tatanan keluarga dan hukum-hukum syariat (wali nikah, waris, kehormatan).[14]

2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Beberapa fatwa MUI terkait:

  • Penipuan identitas,
  • Pemalsuan data keluarga,
  • Kedustaan publik,
    menegaskan bahwa pemalsuan nasab termasuk ghisysy, tadlis, dan dosa besar yang wajib dicegah.[15]

V. Mengapa Mencegah Kemungkaran Nasab Menjadi Kewajiban Kolektif?

1. Karena menjaga nasab (ḥifẓ an-nasl) adalah tujuan maqāshid syar’iyyah

Menurut Imam Al-Syatibi dan Ibn ‘Ashur, menjaga keturunan merupakan satu dari lima kebutuhan dasar agama (الضروريات الخمس).[16]


2. Karena pemalsuan nasab merusak hukum-hukum syariat

  • Hukum waris terganggu
  • Wali nikah invalid
  • Keabsahan hubungan keluarga tercampur
  • Silsilah keilmuan & kehormatan kabilah rusak
  • Hak orang lain terampas

3. Karena akan ditanya di akhirat

Pemalsuan nasab adalah dosa yang:

  • terkait hak Allah (kejujuran),
  • hak manusia (kehormatan),
  • hak masyarakat (informasi publik).

Dosa tiga lapis seperti ini membuat hisab semakin berat.[17]


VI. Bentuk-Bentuk Kemungkaran Nasab yang Wajib Dicegah

  1. Mengaku keturunan Rasulullah ﷺ tanpa bukti otentik.
  2. Membeli “surat keturunan”.
  3. Menggunakan lembaga abal-abal untuk melegitimasi nasab.
  4. Menggabungkan silsilah secara fiktif.
  5. Mengaku marga atau kabilah tertentu untuk prestise.
  6. Menyembunyikan kebenaran nasab demi keuntungan.
  7. Menutupi kemungkaran nasab orang lain.

VII. Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Mencegah Pemalsuan Nasab

Dalil Qur’an

QS. Ali Imran: 104
﴿ وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ ﴾

Hadits

« مَن رَأى مِنكُم مُنكَرًا فليُغَيِّره » (HR. Muslim)

Pemalsuan nasab adalah kemungkaran ‘alîyah (kemungkaran bernilai tinggi) karena melibatkan kehormatan manusia.


VIII. Mengapa Pemalsuan Nasab Mewabah di Era Modern? – Analisis Kontemporer

  1. Motif ekonomi – berharap sedekah, kehormatan, bantuan.
  2. Motif karier & politik – legitimasi spiritual.
  3. Motif psikologisinferiority complex.
  4. Ketidaktahuan tentang hukum nasab.
  5. Maraknya jasa “legalisasi nasab”.
  6. Tidak adanya literasi ansab di masyarakat.

Penutup

Setiap manusia akan ditanya di akhirat mengenai sikapnya terhadap amanah nasab. Menjaga kejujuran nasab adalah kewajiban agama, sosial, dan moral. Masyarakat wajib menolak klaim palsu, meluruskan kesalahan, dan mencegah penyebaran kemungkaran nasab demi menjaga kemurnian syariat dan kehormatan umat.


DAFTAR PUSTAKA & FOOTNOTE

[1] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, tafsir QS. Al-Hijr:92–93.
[2] Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 14/123.
[3] Ibid., tafsir QS. An-Nisa:58.
[4] Ibid.
[5] Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, 10/248.
[6] As-Sa’di, Taisir al-Karim, hlm. 261.
[7] Muslim, Shahih Muslim, no. 63.
[8] Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 3508.
[9] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, 2/256.
[10] Bukhari & Muslim, Muttafaq ‘alaih.
[11] Al-Qurthubi, Al-Jami’, 14/125.
[12] Ibn Hajar, Fath al-Bari, 12/48.
[13] Imam Nawawi, Syarh Muslim, 2/106.
[14] Yusuf Al-Qaradawi, Fiqh al-Dawlah, hlm. 245.
[15] Fatwa MUI tentang Penipuan Identitas & Hukum Keluarga.
[16] Al-Syatibi, Al-Muwafaqat, 2/10; Ibn ‘Ashur, Maqashid, hlm. 182.
[17] Ibn Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, 20/38 — tentang dosa yang menggabungkan hak Allah & hak manusia.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama