BULLETIN DAKWAH ILMIAH KONTEMPORER
Edisi Khusus: "Tauhid di Ujung Jari Uang: Jangan Biarkan Harta Menutupi Cahaya Iman"
Tanggal: 23 Desember 2025
Tema: Ngaku Ahli Tauhid, Tapi Soal Uang Lupa Agama?
PENGANTAR: Tauhid yang Harus Terwujud
Tauhid sebagai inti ajaran Islam bukan hanya sekadar pengetahuan yang dibaca atau dibicarakan, tetapi harus menjadi pijakan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk urusan keuangan. Namun, realitas menunjukkan adanya kontradiksi yang menyakitkan: orang yang mengaku mahir dalam ilmu tauhid, tetapi ketika berhadapan dengan uang, prinsip-prinsip agama seolah hilang tanpa jejak. Ini adalah masalah yang mendesak untuk disinggung, karena tauhid yang tidak terwujud dalam amal hanyalah "ilmu yang terkurung dalam buku" tanpa manfaat bagi diri dan lingkungan.
1. Tauhid Sebagai Landasan Urusan Keuangan
Menurut ajaran Islam, segala kekayaan adalah pemberian Allah, dan manusia hanyalah "pemegang amanah". Seorang yang benar-benar memahami tauhid akan menyadari bahwa uang dan harta bukanlah tuhan yang harus disembah, melainkan alat untuk mencukupi kebutuhan, membantu orang lain, dan mencapai kemaslahatan dunia akhirat.
Dalil Al-Quran:
- QS. Al-Baqarah (2): 29
تُبْرِئُونَ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُبْرِئُونَ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُونَ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُونَ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُونَ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Engkau masukkan malam ke dalam siang dan engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan engkau beri rezeki siapa yang engkau kehendaki tanpa hisab (batas)."
Arti: Ayat ini menunjukkan bahwa Allah adalah penguasa segala sesuatu, termasuk rezeki. Seorang yang memahami tauhid akan bersyukur atas rezeki yang diberikan dan tidak menjadi tamak.
- QS. Aali 'Imran (3): 109
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ
"Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah lah dikembalikan segala urusan."
Arti: Semua harta dan kekayaan akhirnya akan kembali kepada Allah. Oleh karena itu, manusia harus menggunakannya dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama.
2. Kontradiksi: "Ahli Tauhid" yang Lupa Agama Soal Uang
Fenomena yang sering kita temui: seseorang bisa berbicara dengan lantang tentang tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma' wa sifat, tetapi ketika berurusan dengan uang, ia bersikap seolah-olah uang adalah segala-galanya. Contohnya: menipu dalam transaksi, menolak memberi sedekah, berseteru dengan keluarga karena warisan, atau memprioritaskan harta dunia daripada ibadah.
Ini menunjukkan bahwa pengetahuan tauhid yang dimilikinya belum meresap ke dalam hati dan perilaku. Seperti yang dinyatakan dalam Hadis:
Dalil Hadis:
- Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
"Setiap keturunan Adam adalah orang yang berbuat kesalahan, dan yang terbaik di antara orang yang berbuat kesalahan adalah orang yang bertaubat." (HR. Tirmidzi)
Arti: Setiap manusia pasti berbuat kesalahan, tetapi yang penting adalah segera bertaubat ketika menyadari bahwa perilaku soal uang telah melanggar ajaran agama.
- Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَحْبِسُوا النَّقْدَ فَإِنَّهُ إِذَا حُبِسَ حَسِبَ النَّاسُ
"Janganlah kamu menyimpan uang logam (nugrah) terlalu lama, karena jika uang itu disimpan terlalu lama, akan menjadikan orang-orang miskin." (HR. Abu Dawud)
Arti: Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menyimpan harta secara berlebihan dan harus berbagi dengan yang kurang beruntung.
3. Cara Mengatasi Kontradiksi Tersebut
Untuk mengatasi kontradiksi antara pengetahuan tauhid dan perilaku soal uang, kita dapat melakukan beberapa hal:
Dalil Al-Quran:
- QS. Al-Baqarah (2): 267
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَتُرِيدُونَ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْهُ وَأَنْتُمْ لَا تُحِبُّونَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji."
Arti: Ayat ini memerintahkan kita untuk memberi sedekah dari harta yang baik dan tidak mencoba menipu dengan memberikan yang buruk.
Langkah Praktis:
1. Memperkuat pemahaman tentang tauhid yang terwujud: Menyadari bahwa setiap tindakan soal uang akan diperiksa oleh Allah di akhirat.
2. Melatih diri untuk bersikap jujur dan adil dalam setiap transaksi: Mengingat firman Allah SWT dalam QS. At-Tahrim (66): 6.
3. Memberi sedekah secara rutin: Sebagai bentuk pengingat bahwa harta bukan milik kita sepenuhnya.
4. Berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk mengendalikan hasrat akan uang: Seperti doa Nabi Musa AS dalam QS. Taha (20): 25.
PENUTUP: Tauhid yang Hidup dalam Kehidupan
Tauhid yang sesungguhnya adalah tauhid yang hidup dalam setiap aspek kehidupan, termasuk urusan keuangan. Jangan biarkan kita menjadi orang yang hanya "ngaku ahli tauhid" tetapi lupa agama ketika berhadapan dengan uang. Mari kita jadikan tauhid sebagai pedoman dalam setiap langkah kita, sehingga kita bisa hidup dengan tenang dan damai, baik di dunia maupun akhirat.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, akan diberikan surga sebagai tempat tinggal yang abadi, di mana mereka akan mendapatkan nikmat yang tidak terkira dari Tuhan mereka." (QS. Ali 'Imran: 185)
Apakah Anda pernah mengalami situasi di mana seseorang yang mengaku mengerti tauhid tetapi berperilaku tidak sesuai dalam urusan uang? Bagaimana cara Anda menanggapi hal itu?


Posting Komentar