NAHI MUNGKAR TIDAK PILIH KASIH



NAHI MUNGKAR TIDAK PILIH KASIH

Sikap Ilmiah, Adil, dan Konsisten dalam Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar


Pendahuluan

Dalam Islam, nahi mungkar (mencegah kemungkaran) adalah kewajiban sosial yang tidak boleh tunduk kepada kepentingan pribadi, fanatisme kelompok, status sosial, atau kedudukan seseorang. Ketika kemungkaran terjadi, pelakunya harus dicegah tak peduli siapa—kerabat, tokoh, pejabat, orang kaya, maupun mereka yang mengaku keturunan mulia.

Keadilan dalam nahi mungkar merupakan bukti bahwa hati seseorang tunduk kepada Allah, bukan kepada hawa nafsu atau tekanan sosial.


1. Prinsip Keadilan dalam Nahi Mungkar

1) Al-Qur’an memerintahkan berlaku adil meski pada diri sendiri & kerabat

﴿ يَـٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ﴾
(QS. An-Nisā’ 4:135)

Terjemah:
“Wahai orang-orang beriman, jadilah kalian penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap diri kalian sendiri, atau kedua orang tua dan kerabat.”

Inti:

  • Nahi mungkar harus netral, tidak memihak keluarga.
  • Siapa pun pelakunya, kemungkaran tetap kemungkaran.

2) Jangan membela pelaku dosa hanya karena ia kelompok kita

﴿ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ﴾
(QS. Al-Mā’idah 5:8)

Terjemah:
“Janganlah kebencian suatu kaum mendorong kalian untuk tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa.”

Analisis:

  • Jika benci tidak boleh menghalangi keadilan, maka apalagi kecintaan.
  • Maka nahi mungkar tetap dilakukan kepada orang dekat, ustadz favorit, pemimpin, atau orang kaya.

2. Hadits-Hadits: Nahi Mungkar Tanpa Diskriminasi

A. Hadits Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ…»
(HR. Muslim, No. 49)

Terjemah:
“Barang siapa melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya…”

Penegasan: Rasulullah tidak menyebut pengecualian:

  • tidak ada “kecuali kalau keluargamu”,
  • tidak ada “kecuali kalau tokoh panutanmu”,
  • tidak ada “kecuali orang kaya atau pejabat”.

B. Contoh Nabi SAW menolak pilih kasih terhadap pelaku dosa

1) Wanita dari kabilah terpandang yang mencuri

Ketika ada wanita bangsawan bani Makhzum mencuri, sebagian sahabat ingin melobi agar hukum tidak ditegakkan.

Nabi SAW bersabda:

«إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ… إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ»
(HR. Bukhari No. 6788, Muslim 1688)

Terjemah:
“Sesungguhnya yang menghancurkan umat sebelum kalian adalah: bila orang terpandang mencuri mereka membiarkannya, dan bila orang lemah mencuri mereka menegakkan hukum atasnya.”

Analisis kontemporer:

  • Ini kritik tajam terhadap selektivitas dalam menegakkan hukum dan nahi mungkar.
  • Menurut para ulama akhlak, fenomena ini disebut “tamyīz al-munkar”: membedakan pelaku karena status.

2) Hadits tentang bahaya loyalitas buta (ashabiyah)

«لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ…»
(HR. Abu Dawud 5119)

Terjemah:
“Bukan termasuk golongan kami orang yang menyeru kepada fanatisme kelompok.”

Implikasi:

  • Membela pelaku mungkar karena “kelompok kita” termasuk ashabiyah tercela.
  • Nahi mungkar harus objektif.

3. Landasan Ushul Fikih & Etika Islam

1) Kaidah: “Mencegah kerusakan lebih utama daripada menarik kemaslahatan”

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

  • Kerusakan sosial akibat membiarkan pelaku mungkar berkedudukan lebih besar daripada rasa tidak enak terhadap mereka.

2) Prinsip Al-Walā’ wal Barā’

Cinta karena Allah dan benci karena Allah termasuk tali iman terkuat.

  • Kecintaan pada seseorang tidak boleh membuat kita menutupi dosanya.
  • Dukungan atas kemungkaran = dukungan terhadap kehancuran umat.

3) Keadilan adalah pilar maqāṣid syarī‘ah

Lima tujuan syariat (agama, jiwa, akal, keturunan, harta) hanya terjaga dengan nahi mungkar yang konsisten.


4. Analisis Kontemporer

1. Mengapa masyarakat sering pilih kasih dalam nahi mungkar?

Ilmu psikologi sosial menyebut fenomena ini in-group favoritism:

  • manusia cenderung membela kelompoknya, meski salah.

Dalam kajian etika Islam, ini disebut ta‘aṣṣub (fanatisme).
Al-Ghazali menganggapnya sebagai penyakit hati yang mematikan objektivitas moral.

2. Dampak sosial bila nahi mungkar tidak adil

  • rusaknya kepercayaan publik,
  • munculnya budaya “kebal kritik”,
  • matinya kontrol sosial,
  • masyarakat menjadi permisif pada kemaksiatan,
  • runtuhnya wibawa agama.

3. Solusi dakwah kontemporer

  • edukasi publik berbasis literasi syariat,
  • pembinaan kader amar ma’ruf nahi mungkar,
  • penguatan etika adab menasihati,
  • penggunaan media digital untuk advokasi moral tanpa fitnah.

5. Kesimpulan Utama

Nahi mungkar dalam Islam tidak mengenal diskriminasi.
Dalil-dalil Al-Qur’an, Sunnah, kaidah fikih, dan etika Islam semuanya menegaskan bahwa:

  • Pelakunya siapa saja harus dicegah.
  • Keadilan harus diutamakan atas rasa tidak enak.
  • Fanatisme kelompok, kultus individu, dan loyalitas buta adalah racun bagi objektivitas nahi mungkar.

Inilah integritas moral seorang Muslim dan syarat kokohnya umat.


Daftar Pustaka Ringkas

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Shahih al-Bukhari & Shahih Muslim.
  3. Abu Dawud, Sunan.
  4. Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din.
  5. Ibn Taimiyah, Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
  6. Yusuf al-Qaradhawi, al-Amr bil Ma‘ruf wan Nahyu ‘anil Munkar.
  7. Muhammad Abu Zahrah, Ushulul Fiqh.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama