BAHAYA GLORIFIKASI DZURIYAH PALSU NABI SAW
Versi Ilmiah Buletin Dakwah Kontemporer
Pendahuluan
Fenomena mengglorifikasi seseorang sebagai dzuriyah Nabi Muhammad SAW (keturunan Rasulullah) tanpa verifikasi yang sah kian merebak. Di sebagian masyarakat, klaim nasab kerap dijadikan alat untuk meraih kehormatan, kedudukan sosial, legitimasi dakwah, kekuasaan, hingga keuntungan materi. Padahal, Rasulullah SAW menegaskan bahwa nasab tidak dapat dijadikan alat manipulasi, apalagi jika nasab tersebut palsu.
Glorifikasi dzuriyah palsu bukan sekadar kekeliruan sosial, tetapi kemungkaran nasab, penipuan agama, dan kerusakan moral yang berdampak luas. Ulama menegaskan bahwa memalsukan nasab adalah dosa besar dan termasuk bentuk kedustaan terhadap syariat.
1. Hukum Islam tentang Pemalsuan Nasab
1.1. Hadits: Ancaman Keras bagi Pemalsu Nasab
Rasulullah SAW bersabda:
1) Haramnya mengaku kepada selain ayahnya
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Siapa yang mengaku kepada selain ayahnya, padahal ia tahu itu bukan ayahnya, maka haram baginya surga.”
(HR. Bukhari, no. 6766)¹
2) Termasuk kufur nikmat
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ فَقَدْ كَفَرَ
“Barang siapa mengaku kepada selain ayahnya, sungguh ia telah melakukan kekufuran (kufur nikmat).”
(HR. Muslim, no. 1370)²
Hadits ini mencakup pemalsuan nasab secara umum, termasuk klaim sebagai dzuriyah Nabi SAW padahal tidak terbukti. Para ulama menyatakan bahwa dosa ini lebih besar bila dikaitkan dengan nasab Rasulullah SAW, karena itu termasuk kedustaan terhadap Nabi.
2. Dalil Al-Qur’an Terkait Ketelitian Nasab
2.1. Larangan berkata dusta atas nama agama
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ
“Maka jauhilah kekotoran (kesyirikan) dan jauhilah perkataan dusta.”
(QS. Al-Hajj: 30)³
Pemalsuan nasab termasuk qawl az-zūr (perkataan dusta) yang diharamkan.
2.2. Ayat tentang amanah identitas
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian menunaikan amanah kepada yang berhak.”
(QS. An-Nisā’: 58)⁴
Nasab adalah amanah yang tidak boleh dimanipulasi.
3. Mengapa Glorifikasi Dzuriyah Palsu Berbahaya? (Analisis Fikih & Sosial)
3.1. Merusak Kemurnian Nasab Nabi SAW
Para ulama ahli nasab (an-Nuqqābah) sejak abad awal sangat ketat menjaga jalur keturunan Rasulullah SAW. Pemalsuan nasab mengaburkan garis keluarga yang dijaga selama 14 abad.
Imam Malik berkata:
مَنْ انْتَسَبَ إِلَى قَوْمٍ وَلَيْسَ مِنْهُمْ فَهُوَ مَلْعُونٌ
“Siapa yang mengaku sebagai bagian dari kaum padahal bukan dari mereka, ia dilaknat.”
(Al-Muntaqā Syarh al-Muwaṭṭa’, 7/134)⁵
3.2. Menjerumuskan masyarakat pada kultus individu
Glorifikasi dzuriyah palsu sering membuat masyarakat:
- taklid buta pada tokoh yang tidak kredibel
- menganggap ucapannya lebih tinggi dari ulama
- memberi jabatan agama tanpa kompetensi
Padahal Islam tidak menilai manusia dengan nasab, tetapi dengan taqwa.
Dalil:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurāt: 13)⁶
3.3. Memunculkan eksploitasi agama untuk keuntungan
Klaim nasab palsu sering dipakai untuk:
- meminta sumbangan atas nama keluarga Nabi
- menggalang loyalitas politik
- memungut “biaya berkah”
- memanipulasi jamaah untuk kepentingan pribadi
Ini termasuk tadlīs fid-dīn (penipuan agama).
3.4. Merusak institusi penetapan nasab resmi
Di banyak negara Islam, nasab ahlul bait ditetapkan oleh:
- Naqobah Asyraf
- Lembaga nasab resmi (syajarah ṣaḥīḥah)
Di Indonesia, otoritas penelitian nasab dilakukan oleh lembaga formal seperti Jam’iyyah An-Nasab, NAAT, dan ahli independen dengan metode ilmiah.
Glorifikasi dzuriyah palsu melemahkan otoritas ilmiah ini.
3.5. Menghilangkan kehormatan ahlul bait yang asli
Ketika banyak orang palsu mengaku keturunan Nabi, masyarakat akan jenuh, meremehkan, bahkan mencemooh gelar tersebut. Maka kemuliaan ahlul bait yang sah menjadi kabur.
4. Pendapat Ulama Tentang Memalsukan Keturunan Nabi SAW
4.1. Imam Al-Qurthubi
Beliau menegaskan bahwa menisbatkan diri kepada nasab Nabi secara dusta adalah dosa besar dan bentuk penghinaan terhadap Rasulullah SAW.⁷
4.2. Ibnu Hajar al-Haitami
Dalam az-Zawājir ‘an Iqtirāf al-Kabā’ir, ia memasukkan pemalsuan nasab ke dalam dosa besar karena termasuk kedustaan dan mengambil hak orang lain.⁸
4.3. Imam Asy-Syaukani
Beliau menegaskan bahwa mengaku sebagai keturunan Nabi tanpa bukti adalah “kejahatan moral yang besar” yang merusak keturunan thayyibah.⁹
5. Solusi Syariat: Ketelitian dalam Menetapkan Nasab
5.1. Prinsip verifikasi (tatsabbut)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa berita, maka telitilah.”
(QS. Al-Hujurāt: 6)¹⁰
5.2. Tolak segala kultus nasab
Islam tidak mengajarkan penghormatan berlebihan berdasarkan garis keturunan. Yang dihormati adalah:
- Ilmu
- Akhlak
- Taqwa
- Integritas
5.3. Berpegang pada otoritas nasab resmi
Penetapan keturunan Nabi harus melalui:
- Silsilah tertulis (syajarah)
- Validasi ahli nasab
- Metode ilmiah (dokumen, sejarah, sanad keluarga)
Kesimpulan
Glorifikasi dzuriyah palsu adalah bahaya besar bagi umat:
- merusak kemurnian nasab Rasulullah SAW
- menciptakan kultus individu
- menyuburkan eksploitasi agama
- melemahkan otoritas ilmiah an-nasab
- mencoreng kehormatan ahlul bait yang sah
Islam memuliakan manusia dengan taqwa, bukan nasab. Umat wajib berhati-hati dari penipuan berbasis nasab dan wajib mengikuti prinsip ats-tsubut dalam setiap klaim keturunan Nabi SAW.
Catatan Kaki (Footnote)
- Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, no. 6766.
- Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, no. 1370.
- Al-Qur’an, QS. Al-Hajj: 30.
- Al-Qur’an, QS. An-Nisā’: 58.
- Ibn ‘Abd al-Barr, Al-Muntaqā Syarh al-Muwaṭṭa’.
- Al-Qur’an, QS. Al-Hujurāt: 13.
- Qurthubi, Al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān, tafsir QS. Al-Aḥzāb: 5.
- Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawājir, 2/120.
- Asy-Syaukani, Nayl al-Awthār.
- Al-Qur’an, QS. Al-Hujurāt: 6.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an al-Karim.
- Al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī.
- Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim.
- Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawājir ‘an Iqtirāf al-Kabā’ir.
- Imam Malik, Al-Muwaṭṭa’ dan syarahnya Al-Muntaqā.
- Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi.
- Asy-Syaukani, Nayl al-Awthār.
- Literatur nasab kontemporer dan dokumen Naqobah/NAAT.


Posting Komentar