RAJIN SHALAT TAPI CANDU MAIN DOMINO JEPIT TELINGA



RAJIN SHALAT TAPI CANDU MAIN DOMINO JEPIT TELINGA

Sebuah Kajian Ilmiah Buletin Dakwah Kontemporer

Pendahuluan

Fenomena seorang muslim yang rajin shalat, namun pada saat yang sama kecanduan permainan domino jepit telinga di tempat umum, mencerminkan kontradiksi moral dan spiritual. Shalat merupakan tiang agama dan seharusnya mencegah perbuatan keji dan mungkar. Namun ketika shalat tidak berdampak pada akhlak dan perilaku, berarti ada masalah dalam kualitas spiritual dan penghayatannya.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada pelaku, tetapi juga pada keluarga yang menanggung rasa malu (aib) dan masyarakat yang menyaksikan perilaku tidak pantas tersebut.


1. Kecanduan sebagai Penyakit Perilaku

Dalam kajian psikologi modern, kecanduan bukan sekadar kebiasaan, tetapi gangguan kendali impuls yang ditandai dengan ketidakmampuan menghentikan perilaku meski sadar akan dampak negatifnya.
Permainan “domino jepit telinga” menambah unsur hukuman fisik yang justru memancing adrenalin dan kompetisi, sehingga memperkuat efek kecanduan dan pelarian dari stres.


2. Perspektif Syariat Islam

a. Shalat Seharusnya Mencegah Perilaku Buruk

Allah berfirman:

﴿ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ﴾
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabūt: 45).¹

Apabila seseorang tetap bergelimang maksiat, itu menunjukkan shalatnya kurang menghadirkan kekhusyukan dan pengaruh spiritual.


b. Bermain Domino dan Menghabiskan Waktu secara Sia-sia

Rasulullah ﷺ bersabda:

« لَا يَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ »
“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya… tentang umurnya untuk apa dihabiskan.”²

Kecanduan domino menyebabkan pemborosan waktu, bahkan mengabaikan tanggung jawab keluarga dan sosial.


c. Bermain yang Mengundang Cacian dan Aib

Islam melarang tindakan yang menjatuhkan kehormatan diri. Rasulullah ﷺ bersabda:

« كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ »
“Setiap muslim haram (dilukai) darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”³

Perilaku memalukan seperti “domino jepit telinga” mengundang kehinaan publik dan dapat dinilai sebagai tindakan menjatuhkan martabat diri (iḥānatu al-nafs).


d. Menyebabkan Kerusakan pada Keluarga

Islam sangat menekankan tanggung jawab kepala keluarga. Nabi ﷺ bersabda:

« كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ »
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”⁴

Ketika seorang ayah mempermalukan diri di depan publik, maka istri dan anak harus menanggung aib, menciptakan luka psikologis dan keluarga yang tidak harmonis.


3. Dampak Sosial Perilaku Domino Jepit Telinga

a. Hilangnya Wibawa Tokoh Keluarga

Kecanduan permainan yang mengandung unsur hukuman fisik dan tontonan publik menurunkan martabat ayah sebagai teladan.

b. Normalisasi Perilaku Tidak Bermartabat

Anak-anak yang melihat ayahnya melakukan tindakan memalukan berpotensi meniru perilaku tersebut.

c. Rusaknya Citra Lingkungan Muslim

Masjid ramai, tetapi tempat permainan lebih ramai; fenomena ini menggambarkan ketimpangan antara ritual dan moral.


4. Upaya Perbaikan: Jalan Pulang bagi Pelaku

a. Menguatkan Kualitas Shalat

Fokus pada tuma’ninah, memahami makna bacaan, dan menghadirkan rasa muraqabah (merasa diawasi Allah).

b. Menggantikan Kebiasaan Buruk dengan Aktivitas Bermanfaat

Seperti olahraga sunnah, kajian rutin, atau kegiatan sosial.

c. Pendekatan Konseling Keluarga

Istri dan anak perlu menjadi support system tanpa mempermalukan pelaku.

d. Dukungan Komunitas Masjid

Teman yang baik sangat berpengaruh. Rasulullah ﷺ bersabda:

« الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ »
“Seseorang mengikuti agama (gaya hidup) teman dekatnya.”⁵


Kesimpulan

Rajin shalat bukan jaminan otomatis seseorang terbebas dari perilaku buruk. Namun shalat yang benar mampu menjadi obat kecanduan, termasuk kecanduan permainan domino jepit telinga. Perlu sinergi antara perbaikan spiritual, pengendalian diri, dan dukungan lingkungan agar pelaku keluar dari lingkaran aib dan kembali menjaga martabatnya sebagai seorang muslim dan kepala keluarga.


Footnote

  1. QS. Al-‘Ankabūt: 45.
  2. HR. At-Tirmiżī.
  3. HR. Muslim.
  4. HR. Al-Bukhārī.
  5. HR. Abu Dāwud.

Daftar Pustaka

  • Al-Qur’an al-Karim.
  • Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī.
  • Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim.
  • At-Tirmiżī, Sunan At-Tirmiżī.
  • Ibn Rajab, Jāmi’ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam.
  • Al-Ghazālī, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn.
  • Badri, M. Dilema Psikologi Muslim.
  • Hurlock, E. Developmental Psychology.
  • Al-Qaraḍāwī, Yusuf. Fiqh al-Lahw wa al-Tarwīh.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama