Pasti Menyesal: Menyia-nyiakan Jabatan demi Duniawi



🕌 Pasti Menyesal: Menyia-nyiakan Jabatan demi Duniawi

Versi Ilmiah Buletin Dakwah

Pendahuluan

Jabatan adalah amanah, bukan sekadar kedudukan atau kebanggaan sosial. Dalam pandangan Islam, jabatan merupakan ladang ibadah untuk menegakkan keadilan, melayani umat, dan menebar maslahat. Namun, ketika jabatan disalahgunakan demi kepentingan duniawi—seperti memperkaya diri, mencari popularitas, atau menindas rakyat—maka jabatan itu akan menjadi sumber penyesalan yang mendalam, baik di dunia maupun di akhirat.

Dalil Al-Qur’an dan Hadis

📖 Al-Qur’an

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.”
(QS. Hūd [11]: 113)

Ayat ini menegaskan bahwa kecenderungan terhadap kezaliman — termasuk menggunakan jabatan untuk menindas atau menipu — akan membawa seseorang kepada siksa neraka.

📜 Hadis Nabi ﷺ

عن أبي ذر رضي الله عنه قال: قلت يا رسول الله ألا تستعملني؟ قال: يا أبا ذر إنك ضعيف، وإنها أمانة، وإنها يوم القيامة خزي وندامة، إلا من أخذها بحقها وأدى الذي عليه فيها.
(رواه مسلم)

“Wahai Abu Dzar, engkau lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah. Pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang menunaikan amanahnya dengan benar dan menunaikan kewajibannya.”
(HR. Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahwa jabatan bukan kehormatan, tetapi tanggung jawab yang berat. Siapa yang menyia-nyiakannya akan menyesal kelak.

Pandangan Ulama

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menulis bahwa pemimpin yang menjadikan jabatannya sebagai sarana mencari harta dan kehormatan telah menukar akhiratnya dengan dunia. Sedangkan Ibn Hajar al-‘Asqalani menegaskan bahwa amanah jabatan hanya akan bernilai ibadah jika dijalankan dengan niat melayani umat dan menegakkan kebenaran.

Pandangan Ilmuwan dan Pakar Sosial

Secara sosiologis, jabatan yang disalahgunakan akan menimbulkan ketimpangan sosial, rusaknya kepercayaan publik, dan menurunnya moralitas pemerintahan. Menurut Max Weber, kekuasaan tanpa nilai etika akan melahirkan “birokrasi korup” yang menindas masyarakat. Dalam perspektif psikologi, penyalahgunaan jabatan juga menimbulkan moral disengagement, yaitu hilangnya kepekaan terhadap benar dan salah akibat terbuai oleh kekuasaan dan kenikmatan duniawi.

Fenomena dan Realitas Sosial

Kita menyaksikan banyak pejabat yang jatuh karena korupsi, nepotisme, atau penyalahgunaan wewenang. Mereka pernah dihormati, tetapi akhirnya dihina. Mereka pernah disanjung, tapi kini dipenjara dan menyesal. Inilah realitas dari sabda Nabi ﷺ bahwa jabatan akan menjadi “kehinaan dan penyesalan” bagi yang menyia-nyiakannya.

Analisis Moral dan Spiritual

Menjaga jabatan berarti menjaga kepercayaan umat dan ridha Allah. Dunia hanyalah sementara, sedangkan tanggung jawab di akhirat kekal. Ketika jabatan dijadikan alat memperkaya diri, itu tanda hati telah tertutup cinta dunia (hubb al-dunya), yang disebut Nabi ﷺ sebagai sumber segala kejahatan.

Penutup dan Nasihat

Jabatan bukanlah kemuliaan, tetapi amanah yang berat. Hanya mereka yang adil, jujur, dan amanah yang akan selamat darinya. Rasulullah ﷺ bersabda:

أَعْدَلُ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِمَامٌ عَدْلٌ
“Orang yang paling adil di sisi Allah pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil.”
(HR. Tirmidzi)

Maka, gunakanlah jabatan untuk ibadah, bukan ambisi. Dunia akan sirna, tapi amanah akan tetap dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.


Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Muslim, Shahih Muslim, Kitab al-Imarah.
  3. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  4. Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari.
  5. Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization.
  6. Albert Bandura, Moral Disengagement: How People Do Harm and Live with Themselves.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama