Fenomena Modus Transfer Karomah dengan Doktrin Sesat

Fenomena Modus Transfer Karomah dengan Doktrin Sesat

Versi ilmiah — Buletin Dakwah Kontemporer
 

Fenomena klaim transfer karomah — yaitu janji pemimpin/kelompok bahwa “kemuliaan”, “keajaiban”, atau “berkah” dapat dipindahkan kepada pengikut melalui ritual, benda, atau iuran — muncul sebagai modus dalam sejumlah ajaran menyimpang. Modus ini merusak aqidah (mendorong praktik syirik/khurafat), merugikan ekonomi jamaah, dan menimbulkan keretakan sosial. Makalah ini menguraikan definisi teologis karamah, pola modus transfer, dalil al-Qur’an & hadits terkait (Arab + terjemah), indikator doktrin sesat, kajian kasus di Indonesia, mekanisme psikologis-sosial, dan rekomendasi penanggulangan. Pernyataan kunci didukung rujukan akademik dan fatwa ulama/organisasi Islam di Indonesia.


1. Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir muncul laporan dan investigasi pihak berwenang maupun media tentang kelompok/individu yang menawarkan “transfer karomah” atau “transfer berkah” dengan syarat bayaran, ritual, atau loyalitas penuh. Praktik semacam itu sering bercampur klaim ghaib, teknik manipulatif, dan tuntutan ekonomi — yang telah dikaji oleh MUI dan akademisi sebagai bagian praktik perdukunan / ajaran sesat.


2. Definisi dan batas teologis: Karamah vs Khurafat

  • Karamah: dalam tradisi Islam Ahlus-Sunnah, karamah adalah keistimewaan yang Allah karuniakan kepada hamba saleh (wali) — sifatnya langka, tidak dapat diperoleh dengan cara sihir/perdukunan, dan tidak mengubah rukun aqidah. Karamah bukan bagian dari syariat yang boleh dimintakan sebagai jasa komersial.
  • Khurafat / perdukunan: Praktik yang mengklaim mengetahui/mentransfer kekuatan ghaib melalui ritual, jimat, peramal, dsb., dan sering membawa unsur syirik atau ketergantungan kepada selain Allah. MUI menegaskan praktik perdukunan/peramalan hukumnya haram.

3. Pola Modus Transfer Karomah — ciri-ciri umum

  1. Janji transfer “berkah/karomah” dengan biaya/ iuran tetap atau syarat ritual.
  2. Objek perantara: jimat, air, minyak, tahlilan khusus, surat, atau “amalan” yang diklaim telah diberkahi.
  3. Pengkultusan pemimpin: klaim sanad/otoritas yang tak bisa diverifikasi; tekanan loyalitas.
  4. Isolasi/rahasia: materi inti hanya diberikan dalam “pengajian tertutup” atau setelah bayar.
  5. Eksploitasi ekonomi: janji imbal balik duniawi (kaya, sembuh, usaha lancar) untuk mendapat uang/emas/donasi.
  6. Narasi pembenaran religius: penggunaan istilah agama diluar konteks (mencampur aduk istilah tasawuf, karamah, mukjizat).
    Studi kasus di Indonesia menunjukkan pola ini berulang (mis. skema duplikasi uang/“gandakan emas” yang dinilai sesat oleh ulama dan MUI dalam beberapa peristiwa).

4. Dalil  — larangan dan pembatasan yang relevan

4.1 Al-Qur’an (tentang kesyirikan dan bergantung kepada selain Allah)

قُلْ إِنَّمَا أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌۭ وَٰحِدٌۭ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَـٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
(QS. Al-Kahf: 110)
“Katakanlah: Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang telah diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa; maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya hendaklah ia beramal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorang dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(Ayat ini menegaskan prinsip tauhid dan larangan menjadikan makhluk sebagai objek pengabdian / perantara ketuhanan.)

4.2 Al-Qur’an (tentang ghaib hanya milik Allah)

قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
(QS. At-Taubah: 51 — konteks terjemah ringkas)
“Katakanlah: ‘Tidak akan menimpa kita kecuali apa yang telah ditetapkan Allah bagi kita; Dialah maula kita, dan hendaklah orang-orang beriman bertawakal kepada Allah.’”

(Ayat ini mengingatkan bahwa urusan ghaib/ketentuan hanyalah wewenang Allah; klaim mengendalikan ghaib berbahaya bagi aqidah.)

4.3 Hadits tentang larangan mendatangi peramal/dukun

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْئٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا (HR. Muslim)
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.”

Dalam riwayat lain Nabi bersabda bahwa barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal lalu membenarkannya, maka hal itu membawa konsekuensi keimanan berat hingga disebut bisa mendekati kekufuran.


5. Analisis teologis singkat

  • Karamah yang benar adalah pemberian hakiki dari Allah kepada hamba saleh; tidak untuk diperjual-belikan, dan bukan alat legitimasi ajaran baru.
  • Bila klaim karomah disandingkan dengan tuntutan ritual/uang yang memposisikan pemimpin sebagai ‘perantara wajib’, praktik itu berpotensi membawa kepada syirik kecil/besar (bergantung pada bentuk pengagungan dan tuntutan ibadah kepada selain Allah). Ayat dan hadits di atas menjadi dasar penilaian itu.

6. Studi kasus (ringkasan temuan di Indonesia)

  • Kasus “gandakan uang / duplikasi emas”: pernah terjadi beberapa praktik komersial yang menjanjikan penggandaan barang berharga lewat ritual/amanah; MUI dan media menilai praktik tersebut mengandung unsur penipuan dan ketidak-sesuaian dengan ajaran Islam.
  • Jumlah aliran menyimpang: menurut pengkajian lembaga-lembaga keagamaan, ratusan aliran/kelompok yang menyimpang pernah tercatat di Indonesia; faktor pendorong termasuk kurangnya literasi agama dan kerentanan ekonomi masyarakat.

(Catatan: setiap studi kasus perlu kajian empiris lebih mendalam — laporan media dan fatwa memberikan gambaran awal, namun penelitian lapangan/akuntabel diperlukan untuk analisis hukum pidana/perdata jika ada penipuan.)


7. Mekanisme psikologis & sosial (mengapa orang tertarik)

  1. Kebutuhan kepastian & solusi cepat: masalah ekonomi/keluarga membuat klaim solusi instant terlihat menarik.
  2. Efek otoritas: pemimpin yang karismatik menciptakan trust berlebih.
  3. Teknik manipulasi: testimonia yang direkayasa, ritual teatrikal, penggunaan simbol-simbol sakral.
  4. Kekosongan literasi agama: ketidaktahuan tentang beda antara maqam tasawuf (karamah) dan praktik perdukunan memudahkan penetrasi doktrin sesat.
    Referensi kajian sosial-religius menunjukkan pola serupa pada banyak aliran sesat di Indonesia.

8. Indikator agama/doktrin sesat terkait transfer karomah

  • Mengklaim pemimpin sebagai nabi/rasul/waijb ditaati dalam urusan ibadah.
  • Menyaratkan iuran/bayar untuk menerima “berkah” atau “transfer karomah”.
  • Mengajarkan pengabdian esklusif kepada manusia/objek (bukan kepada Allah).
  • Melarang kritik atau menyebut keluar sebagai kafir/bermoral buruk.
  • Menggunakan praktik-perdukunan (ramalan, jimat, mantra) dibungkus istilah agama.
    Ketika indikator ini ada, masyarakat dan ulama perlu melakukan klarifikasi, edukasi, dan bila perlu pelaporan ke otoritas agama atau hukum.

9. Rekomendasi praktis untuk masyarakat & penyuluh agama

  1. Edukasi literasi agama: materi tentang perbedaan mukjizat/karamah dengan perdukunan; distribusi lewat pesantren, majelis taklim, sekolah.
  2. Kaderisasi pemantau lokal: tokoh agama + aparat desa memantau aktivitas pengajian berbayar yang menjanjikan ghaib.
  3. Penegakan fatwa & koordinasi: laporkan klaim yang menipu kepada MUI setempat/PAKEM, dan bila ada unsur penipuan pidana lapor ke aparat penegak hukum.
  4. Pendampingan korban: konseling psikososial dan bantuan hukum bagi mereka yang dirugikan secara ekonomi.
  5. Standar dakwah: promosikan metode dakwah transparan (sumber kitab, sanad kajian jelas, keterbukaan keuangan).

10. Kesimpulan

Karamah dalam Islam diakui, tetapi cara-cara memperolehnya bukanlah barang dagangan dan tidak dapat dijadikan legitimasi untuk doktrin baru yang menuntut pengabdian, uang, atau menyalahi tauhid. Modus transfer karomah merupakan bentuk manipulasi yang menggabungkan elemen khurafat, perdukunan, dan eksploitasi ekonomi — berbahaya bagi aqidah dan kesejahteraan umat. Intervensi berbasis edukasi, fatwa, dan hukum diperlukan.


Footnote singkat (penomoran terkait teks)

  1. Definisi karamah & perbedaan tasawuf/karamah: sumber-sumber Ahlus-Sunnah dan pembahasan kontemporer.
  2. Fatwa dan penegasan haramnya perdukunan / ramalan: Majelis Ulama Indonesia (fatwa dan publikasi terkait).
  3. Hadits larangan mendatangi peramal: Shahih Muslim (kitab tentang kahanah).
  4. Kasus “gandakan uang” dan investigasi media: laporan jurnalistik & kajian MUI terkait aliran sesat.
  5. Kajian akademik tentang aliran sesat dan faktor sosial: repository universitas / jurnal kajian keagamaan Indonesia.

Daftar Referensi (pilihan untuk bacaan lebih lanjut)

  • Definisi dan pembahasan karamah (ulama Ahlus-Sunnah).
  • Fatwa MUI tentang perdukunan & peramalan (ringkasan dan pedoman).
  • Hadits terkait larangan mendatangi peramal / dukun (penjelasan hadits dan syarah).
  • Kasus investigasi: pemberitaan tentang modus gandakan uang dan padepokan yang dikaji MUI.
  • Kajian akademik tentang aliran sesat di Indonesia (repository & makalah).


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama