EROSI AKHLAK ANAK KEPADA ORANG TUA:
Dulu Waktu Kecil Pamitan & Cium Tangan, Kini Setelah Dewasa Tidak Lagi
(Artikel Ilmiah – Buletin Dakwah Kontemporer)
Abstrak
Fenomena hilangnya kebiasaan anak pamitan dan mencium tangan orang tua ketika beranjak dewasa bukan sekadar perubahan gaya hidup, tetapi gejala erosi akhlak filial dalam keluarga Muslim. Tradisi pamitan, salam, dan cium tangan memiliki fungsi etis, spiritual, kultural, dan psikologis, yang tidak tergantikan oleh ucapan semata. Artikel ini mengkaji fenomena tersebut dari perspektif Al-Qur’an, Hadits, sosiologi keluarga, modernisasi, dan psikologi perkembangan. Selain itu, disajikan analisis faktor penyebab, dampak, serta rekomendasi dakwah yang relevan bagi masyarakat urban Indonesia.
Pendahuluan
Dalam banyak keluarga Muslim Indonesia, pemandangan anak kecil yang pamitan sambil mencium tangan orang tua adalah sebuah tradisi kuat yang mengandung makna penghormatan, kesungkanan diri, serta permohonan doa restu. Namun di era modern, tradisi ini semakin memudar. Anak yang dahulu pamitan setiap pagi, kini ketika dewasa pergi begitu saja tanpa salam, tanpa cium tangan, bahkan tanpa memberi kabar.
Fenomena ini bukan sekadar hilangnya gestur budaya, tetapi sinyal melemahnya keterhubungan emosional, spiritual, dan moral antara anak dan orang tua. Modernisasi, individualisme, dan perubahan pola komunikasi telah mengubah struktur nilai dalam keluarga.
Fenomena erosi akhlak ini perlu dianalisis agar dakwah dapat menjawab kebutuhan zaman secara relevan dan solutif.
I. LANDASAN TEOLOGIS: BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS
1. Al-Qur’an
a. Perintah berbuat baik kepada orang tua
QS. Al-Isrā' 17:23–24
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِالْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua… Janganlah engkau mengatakan ‘ah’ kepada keduanya, jangan membentak mereka, dan ucapkanlah perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka berdua dengan penuh kasih sayang serta ucapkanlah: ‘Ya Tuhanku, sayangilah mereka sebagaimana mereka telah menyayangiku di waktu kecil.’”
Ayat ini menegaskan bahwa berbuat baik (iḥsān) bukan sekadar kewajiban moral, tetapi bagian dari akidah. Bentuk iḥsān mencakup tutur kata, sikap, dan gestur penghormatan—termasuk salam, pamitan, dan cium tangan.
b. Wasiat syukur kepada orang tua – QS. Luqman 31:14
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَٰنَ بِوَالِدَيْهِۦ حَمَلَتْهُۥٓ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ ۖ أَنِ اشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ ۖ إِلَىَّ الْمَصِيرُ
“Kami mewasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya… Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.”
Syukur kepada orang tua tidak cukup dengan kata-kata; ia harus hadir dalam tindakan nyata. Hilangnya pamitan dan cium tangan adalah hilangnya tanda syukur sosial.
2. Hadits Nabi ﷺ
a. Ridha Allah bergantung pada ridha orang tua
رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ، وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ
"Ridha Allah terletak pada ridha orang tua, dan murka Allah terletak pada murka orang tua."
(HR. At-Tirmidzi)
b. Amalan paling dicintai Allah setelah shalat tepat waktu
Ketika sahabat bertanya amal apa yang paling dicintai Allah, Nabi menyebut:
ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ
“Lalu berbakti kepada orang tua.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
c. “Celakalah orang yang mendapati orang tuanya masih hidup tetapi tidak membuatnya masuk surga.”
Hadits ini menunjukkan bahwa kesempatan berbakti adalah kesempatan emas yang jika disia-siakan akan menjadi penyesalan akhirat.
II. MAKNA PAMITAN & CIUM TANGAN DALAM TRADISI ISLAM DAN BUDAYA NUSANTARA
1. Salam dan pamitan adalah sunnah dan adab mulia
Salam adalah doa dan wujud perhatian sosial. Pamit adalah tanda menghormati dan meminta restu. Dalam tradisi Islam, meminta izin termasuk adab penting.
2. Cium tangan sebagai bentuk ijlâl (penghormatan)
Mayoritas ulama (Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah) memandang mencium tangan orang alim, guru, dan orang tua sebagai bagian dari ta‘dhīm (penghormatan), bukan bentuk penghambaan.
3. Fungsi psikologis dan spiritual
Cium tangan:
- menumbuhkan kerendahan hati,
- memupuk afeksi antara anak dan orang tua,
- memperkuat identitas religius dan keluarga,
- menjadi “ritual afeksi” yang menstabilkan hubungan.
Hilangan ritual ini berarti hilangnya salah satu saluran kasih sayang.
III. ANALISIS SOSIAL: MENGAPA ANAK TIDAK PAMITAN LAGI?
Fenomena ini multidimensional.
1. Modernisasi dan Urbanisasi
Anak dewasa hidup dalam ritme cepat: bekerja pagi-pulang malam, jadwal tidak menentu. Banyak anak tinggal terpisah dari orang tua, sehingga interaksi fisik menurun.
2. Individualisme dan perubahan nilai
Konsep “kemerdekaan pribadi” membuat beberapa anak merasa pamitan adalah tindakan kekanak-kanakan, bukan kewajiban moral.
3. Pengaruh Media Sosial
Komunikasi verbal dan fisik digantikan percakapan digital. Anak merasa cukup mengirim pesan singkat, tanpa menyadari nilai spiritual pamitan langsung.
4. Pergeseran pola asuh
Pola asuh permisif/longgar membuat anak tidak lagi memahami struktur adab. Tidak ada konsistensi pembiasaan.
5. Konflik relasi keluarga
Rumah tangga yang sering tegang menyebabkan anak menjauh secara emosional sehingga ritual penghormatan ikut menghilang.
6. Normalisasi perubahan
Ketika kakak-kakak lebih dulu meninggalkan tradisi pamitan, adik-adik mengikuti tanpa memahami nilai di baliknya.
IV. ANALISIS PSIKOLOGIS DAN PERKEMBANGAN
1. Fase remaja dan pencarian identitas
Pada fase ini, anak ingin diakui sebagai individu mandiri sehingga mengurangi gestur “ketergantungan”.
2. Konflik kognitif
Anak dewasa melihat gestur seperti cium tangan sebagai simbol ketidakmatangan, padahal secara teologis ia adalah simbol “kerendahan diri karena hormat”.
3. Evolusi emosi keluarga
Kurangnya komunikasi afektif menyebabkan gestur kasih sayang tidak lagi otomatis muncul.
V. DAMPAK EROSI AKHLAK FILIAL
1. Dampak spiritual
- Menurunnya keberkahan hidup.
- Terkurangnya doa orang tua kepada anak.
- Menurunnya sensitivitas moral anak.
2. Dampak sosial keluarga
- Hubungan anak–orang tua menjadi formal dan kering.
- Meningkatnya kesalahpahaman antar generasi.
3. Dampak terhadap masyarakat
- Pudarnya budaya hormat dalam komunitas.
- Meningkatnya individualisme dan konflik sosial mikro.
4. Dampak pada perkembangan anak
Literatur psikologi keluarga menegaskan bahwa anak yang jarang mengekspresikan penghormatan fisik dan verbal kehilangan salah satu kanal untuk menumbuhkan empati, belas kasih, dan kepekaan sosial.
VI. STRATEGI PEMULIHAN ADAB DAN SOLUSI DAKWAH
1. Re-edukasi adab di rumah
Orang tua perlu menjelaskan makna pamitan sebagai adab, bukan kewajiban anak kecil.
2. Penguatan komunikasi afektif
Bangun kembali percakapan hangat, doa, dan pujian agar relasi menjadi nyaman.
3. Revitalisasi budaya salam dan cium tangan
Masukkan pada rutinitas harian: menjelang keluar rumah atau setelah pulang.
4. Keteladanan orang tua dan tokoh masyarakat
Generasi muda memerlukan role model yang konsisten.
5. Dakwah kreatif di masjid & media sosial
- Buletin masjid
- Konten video pendek
- Kajian keluarga
- Program “Adab 30 Hari” untuk melatih kembali kebiasaan pamitan
6. Kegiatan sekolah & pesantren
Integrasikan modul adab keluarga dalam pendidikan karakter.
7. Kebijakan komunitas
Majelis taklim atau masjid dapat membuat program “Gerakan Berbakti” setiap pekan: anak pulang lebih awal, menemui orang tua, mencium tangan, dan meminta doa.
VII. PENUTUP
Erosi akhlak anak kepada orang tua adalah fenomena nyata yang membutuhkan pendekatan ilmiah, spiritual, sosial, dan kultural. Hilangnya pamitan dan cium tangan bukan hanya gejala perubahan gaya hidup, tetapi krisis nilai yang harus ditangani secara serius. Islam telah memberikan pedoman jelas: berbakti adalah ibadah, ridha orang tua adalah pintu ridha Allah, dan adab adalah mahkota kepribadian seorang Muslim.
Melalui pembinaan keluarga, dakwah yang relevan, serta pembiasaan kembali tradisi keadaban yang luhur, budaya hormat dapat kembali mengakar dalam kehidupan umat Islam.
CATATAN KAKI
- QS. Al-Isra’ 17:23–24.
- QS. Luqman 31:14.
- HR. At-Tirmidzi, Kitab al-Birr wa al-Shilah.
- HR. Bukhari dan Muslim tentang amalan paling dicintai Allah.
- Analisis sosiologi keluarga: perkembangan nilai filial dalam masyarakat urban.
- Literatur psikologi perkembangan tentang pengaruh relasi keluarga terhadap empati.
- Pendapat ulama mengenai hukum mencium tangan orang tua (Imam Nawawi, Ibn Hajar, dan lain-lain).
DAFTAR PUSTAKA (Versi Ringkas)
- Al-Qur’an al-Karim.
- Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari.
- Muslim, Shahih Muslim.
- At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi.
- Ibn Hajar, Fath al-Bari.
- Imam Nawawi, Al-Adzkar.
- Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Awlawiyyat.
- Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad.
- Studi psikologi keluarga modern tentang relasi orang tua–anak (berbagai jurnal developmental psychology).
- Sumber fikih kontemporer tentang adab dan etika keluarga.


Posting Komentar