Dampak Main Domino & Sanksi Jepit Telinga di Tempat Umum Perspektif Islam



BULETIN DAKWAH KONTEMPORER

Dampak Main Domino & Sanksi Jepit Telinga di Tempat Umum Perspektif Islam

Pendahuluan

Fenomena bermain domino, gaple, atau permainan sejenis di tempat umum masih banyak terjadi di berbagai wilayah. Terkadang muncul pula “hukuman tradisional” berupa menjepit telinga bagi yang kalah atau melanggar kesepakatan permainan. Praktik ini sering dianggap hiburan ringan, namun dalam perspektif Islam memiliki sejumlah masalah terkait etika publik, martabat manusia, kemaksiatan, dan pemborosan waktu.


1. Fenomena Sosial: Permainan Domino di Tempat Umum

Permainan domino di tempat umum biasanya diwarnai:

  1. Kerumunan tidak produktif
  2. Kerasnya suara, tawa berlebihan, dan gangguan ketertiban umum
  3. Potensi keterlibatan judi (meski tidak semua)
  4. Penggunaan hukuman fisik ringan seperti menjepit telinga sebagai candaan atau kesepakatan antar pemain
  5. Menghabiskan waktu yang seharusnya dipakai untuk hal bermanfaat

Islam menaruh perhatian pada aktivitas yang menghilangkan harga diri, kesopanan umum (adab), dan menelantarkan kewajiban.


2. Perspektif Islam tentang Bermain Domino di Tempat Umum

a. Menghindari Perbuatan Tidak Bermanfaat

Rasulullah ﷺ bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.”
HR. Tirmidzi no. 2317 [1]

Permainan domino di tempat umum seringkali tidak produktif, hanya menghabiskan waktu, dan menimbulkan keributan.


b. Larangan Meniru Perjudian

Domino sering menjadi perantara munculnya unsur taruhan atau adu kekalahan meskipun kecil. Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَكَأَنَّمَا غَمَسَ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ وَدَمِهِ
“Barang siapa bermain dadu (permainan nard), maka seakan-akan ia mencelupkan tangannya ke daging dan darah babi.”
HR. Muslim no. 2260 [2]

Domino tidak sama dengan nard, tetapi illat-nya (illat: kesamaan alasan hukum) adalah “permainan yang membuka jalan menuju judi, melalaikan, dan menjerumuskan pada konflik.”


c. Mengganggu Ketertiban Umum

Islam mengajarkan agar tidak menimbulkan kegaduhan atau mengganggu kenyamanan publik.

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Orang-orang yang mengganggu kaum mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan, sungguh mereka memikul dosa besar.”
QS. Al-Ahzab: 58 [3]

Kerumunan berisik dapat termasuk kategori mengganggu ketertiban dan kenyamanan.


3. Sanksi Jepit Telinga: Tinjauan Fikih

a. Islam Melarang Menyakiti Diri atau Orang Lain

Nabi ﷺ bersabda:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
HR. Ibnu Majah no. 2341 [4]

Meski “jepit telinga” dianggap candaan ringan, tetap termasuk:

  • menyakiti fisik
  • menjatuhkan martabat
  • termasuk tasyabbuh dengan hukuman merendahkan

b. Dilarang Menghina atau Merendahkan

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
“Hai orang-orang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum lainnya.”
QS. Al-Hujurat: 11 [5]

Sanksi jepit telinga dilakukan di tempat umum, sehingga:

  • mempermalukan orang
  • menjatuhkan kehormatan
  • membuka pintu pertengkaran

c. Bukan Bentuk Ta'zir yang Dibenarkan

Ta'zir adalah hukuman yang diserahkan kepada penguasa/otoritas syar’i, bukan permainan. Hukuman fisik ringan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa otoritas tidak diperbolehkan, karena:

  • membuka pintu kezhaliman
  • menghilangkan kehormatan manusia (hurmah al-insan)
  • tidak ada legitimasi syariat

4. Dampak Negatif bagi Masyarakat

a. Menurunkan Wibawa & Harga Diri

Aksi menjepit telinga di depan masyarakat mengikis:

  • rasa malu
  • kehormatan pribadi
  • adab dalam interaksi publik

b. Mendorong Generasi Muda Meniru Perilaku Tidak Mendidik

Anak-anak melihat, lalu meniru:

  • keributan
  • hukuman merendahkan
  • permainan tidak produktif
  • potensi keterlibatan judi kecil-kecilan

c. Merusak Citra Lingkungan

Lingkungan yang dipenuhi kegiatan seperti ini akan dikenal:

  • kurang produktif
  • tidak tertib
  • tidak menegakkan nilai-nilai Islam
  • rawan konflik akibat emosi permainan

d. Menghabiskan Waktu (Dhilā’ al-Waqt)

Allah bersumpah dengan waktu untuk menunjukkan nilai pentingnya.

وَالْعَصْرِ، إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
“Demi waktu. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.”
QS. Al-‘Asr: 1–2 [6]

Main domino berjam-jam termasuk kesia-siaan.


5. Solusi & Rekomendasi Islami

a. Mendorong Kegiatan Positif

  • Kajian ringan
  • Olahraga
  • Kegiatan kebersamaan yang mendidik
  • Kompetisi intelektual (catur, lomba hafalan, dsb — selama tidak melalaikan)

b. Pemerintah/RT/RW Perlu Edukasi Adab Publik

Membuat:

  • peraturan tempat umum
  • zona bebas judi & permainan tidak mendidik
  • edukasi sopan santun publik

c. Taubat & Menghentikan Kebiasaan Melalaikan

Karena Nabi ﷺ bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
HR. Bukhari no. 7138 [7]


Kesimpulan

  • Bermain domino di tempat umum memiliki dampak negatif sosial dan akhlak.
  • Sanksi “jepit telinga” adalah bentuk menyakiti, merendahkan martabat, dan tidak termasuk ta'zir syar’i.
  • Syariat mengajak pada aktivitas yang bermartabat, bermanfaat, dan menjaga kehormatan manusia.
  • Lingkungan yang Islami harus mendorong kegiatan yang positif, rapi, dan beradab.

FOOTNOTE

[1] HR. Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, no. 2317.
[2] HR. Muslim, Shahih Muslim, no. 2260.
[3] QS. Al-Ahzab: 58.
[4] HR. Ibnu Majah, no. 2341; dinyatakan hasan.
[5] QS. Al-Hujurat: 11.
[6] QS. Al-‘Asr: 1–2.
[7] HR. Bukhari, Shahih Bukhari, no. 7138.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Muslim, Shahih Muslim.
  3. Bukhari, Shahih Bukhari.
  4. Tirmidzi, Sunan Tirmidzi.
  5. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah.
  6. Al-Munawi, Faid al-Qadir.
  7. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al-Lahw wa al-Tarwih.
  8. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama