Bahaya Jika Seorang Pendakwah Ambisius dan Meminta-Minta Jabatan



Bahaya Jika Seorang Pendakwah Ambisius dan Meminta-Minta Jabatan

Versi Ilmiah Buletin Dakwah


Pendahuluan

Dakwah adalah amanah suci untuk menyeru manusia kepada jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik. Seorang pendakwah (dā‘ī) idealnya berorientasi pada keridaan Allah, bukan pada kedudukan, ketenaran, atau kekuasaan. Namun, ketika seorang pendakwah mulai terjangkiti ambisi duniawi, terutama dalam bentuk keinginan memperoleh jabatan atau kedudukan tertentu, maka ia sedang berada di tepi jurang bahaya spiritual dan moral.


Landasan Al-Qur’an

Allah Ta‘ala berfirman:

تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ
“Engkau (ya Allah) memberikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki.”
(QS. Āli ‘Imrān [3]: 26)

Ayat ini menegaskan bahwa jabatan dan kekuasaan adalah pemberian Allah, bukan hasil ambisi manusia. Maka, meminta jabatan atau menginginkan kedudukan dengan cara yang tidak sesuai syariat berarti menandingi kehendak Allah.


Hadis-Hadis Nabi ﷺ Tentang Bahaya Meminta Jabatan

  1. Rasulullah ﷺ bersabda:

    يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَا تَسْأَلِ الإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
    “Wahai ‘Abdurrahman! Janganlah engkau meminta jabatan. Sebab jika engkau diberi jabatan karena memintanya, engkau akan dibiarkan (tanpa pertolongan Allah); namun jika engkau diberi jabatan tanpa memintanya, engkau akan dibantu (oleh Allah).”
    (HR. al-Bukhārī no. 6612 dan Muslim no. 1652)

  2. Nabi ﷺ juga bersabda:

    إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ، وَإِنَّهَا سَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
    “Sesungguhnya kalian akan sangat berambisi terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.”
    (HR. al-Bukhārī no. 7148)


Analisis Ilmiah

Secara psikologis, ambisi berlebihan terhadap jabatan menumbuhkan ego keagamaan (religious ego), yaitu perasaan ingin diakui sebagai yang paling berilmu, paling pantas memimpin, dan paling berpengaruh. Dalam perspektif ilmu dakwah, hal ini dapat merusak keikhlasan, sebab orientasi dakwah berubah dari lillāh menjadi linnās (untuk manusia).

Secara sosiologis, pendakwah yang haus jabatan dapat menimbulkan konflik internal dalam lembaga dakwah, organisasi Islam, maupun masyarakat. Ia cenderung menggunakan metode “politik dakwah” untuk mencari posisi, bukan “hikmah dakwah” untuk menebar kebaikan.

Sedangkan secara teologis, ambisi terhadap jabatan menunjukkan lemahnya tawakal kepada Allah dan kurangnya pemahaman terhadap konsep amanah. Jabatan dalam Islam bukan kehormatan, melainkan beban pertanggungjawaban yang berat di hadapan Allah.


Pandangan Ulama

  • Imam al-Ghazālī dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn menjelaskan bahwa cinta kekuasaan adalah bagian dari penyakit hati yang paling halus namun paling berbahaya. Ia dapat merusak amal saleh tanpa disadari.
  • Ibn Taimiyah menegaskan bahwa jabatan hendaknya diberikan kepada yang paling amanah dan kompeten, bukan kepada yang paling meminta atau menginginkan.
  • Imam Nawawi berkata dalam Syarh Muslim, bahwa larangan meminta jabatan adalah untuk mencegah kesombongan dan menjaga ketulusan niat.

Dampak Negatif bagi Pendakwah Ambisius

  1. Kehilangan keikhlasan — dakwah menjadi sarana mencari pengaruh, bukan pahala.
  2. Menjadi alat politik — mudah dimanfaatkan oleh pihak berkepentingan.
  3. Menurunnya wibawa moral — masyarakat kehilangan kepercayaan.
  4. Fitnah internal — muncul persaingan dan perpecahan antar da‘i.
  5. Azab akhirat — jabatan tanpa amanah menjadi sebab penyesalan dan hisab berat di yaum al-qiyāmah.

Sikap Ideal Seorang Pendakwah

  1. Ikhlas dan zuhud terhadap jabatan.
  2. Menunggu amanah, bukan mengejarnya.
  3. Menolak dengan santun jika merasa tidak mampu.
  4. Meminta pertolongan Allah bila diberi jabatan.
  5. Menjadikan jabatan sebagai sarana ibadah dan pelayanan umat.

Penutup

Ambisi terhadap jabatan, terlebih bagi seorang pendakwah, adalah penyakit yang dapat meruntuhkan nilai dakwah dari dalam. Jabatan bukan kehormatan, tetapi amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Pendakwah sejati bukan yang mengejar kursi, melainkan yang menegakkan kebenaran walau tanpa kursi.


Daftar Pustaka

  1. Al-Qur’an al-Karim.
  2. Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Beirut: Dār Ibn Katsīr.
  3. Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, Beirut: Dār al-Ma‘rifah.
  4. Al-Ghazālī, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, Kairo: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  5. Ibn Taimiyah, As-Siyāsah asy-Syar‘iyyah, Riyadh: Maktabah al-‘Ubaikan.
  6. Nawawi, Syarh Ṣaḥīḥ Muslim, Beirut: Dār Ihyā’ at-Turāth al-‘Arabī.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama