PENENTUAN HARI RAYA IDUL FITRI BERBEDA DENGAN HARI RAYA IDUL ADHA
A. Penentuan Hari Raya Idul Fitri Ditentukan dengan;
1. Hisab dan Rukyat Hilal
2. Mathla' wilayatul Hukmi
B. Penentuan Hari Raya Idul Adha Ditentukan dengan;
1. Hisab dan Rukyat Hilal
2. Mathla' Wilayatul Makkah (Arab Saudi)
PENJELASAN :
Dalil Hisab :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Q.S. Yunus: 5)
Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هكَذَا وَهكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ، وَمَرَّة ثَلاَثِينَ
“Sesungguhnya kita (umat Islam) adalah umat yang ummi, tidak biasa menulis dan tidak biasa menghitung, bulan itu jumlahnya 29 hari atau 30 hari.”(HR Bukhari dan Muslim)
Dalil Rukyat Hilal :
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ أُغْمِىَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ فِي رِوَايَةٍ فَأَقْدِرُوا ثَلاَثِينَ
” Jangan kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan jangan berbuka sampai melihatnya lagi, jika bulan tersebut tertutup awan, maka sempurnakan bulan tersebut sampai tiga-puluh.” (HR Muslim)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah karena kalian melihat bulan, dan berbukalah ketika kalian melihat bulan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا
” Jika kalian melihat hilal (Ramadhan) , maka berpuasalah, dan jika kalian melihat hilal ( Syawal ), maka berbukalah.” (HR Muslim).
MENDAMAIKAN HISAB DAN RUKYAT HILAL
Dikutip dari website NuOnline 2 April 2022, yang ditulis oleh KH Afifuddin Muhajir, Wakil Rais Aam PBNU, guru besar ushul fiqih pada Ma'had Aly Situbondo, disebutkan:
Bagi jumhur, sabda Nabi yang pertama (فأكملوا العدة) yang sangat sharih menjadi bayan/penjelasan terhadap sabda Nabi yang kedua (فاقدروا له) yang berkarakter mutasyabih.
Salah seorang imam besar dari kalangan ulama Syafi’iyah, Abu al-Abbas Ahmad bin Umar bin Suraij mengkompromikan dua riwayat hadits di atas dengan menggunakan pendekatan yang dalam istilah sekarang disebut dengan teori multidimensi (نظرية تعدد الأبعاد), yaitu bahwa sabda Nabi (فاقدرواله) bermakna: “perkirakanlah hilal itu dengan menghitung posisi-posisinya.” Ini ditujukan kepada mereka yang oleh Allah swt dianugerahi pengetahuan tentang hisab. Sedangkan sabda Nabi (فاكملوا عدة) ditujukan kepada mereka yang awam di bidang ilmu itu. (Fatawa al-Qardhawi)
Yang menarik adalah pendapat Imam Taqyuddin al-Subki, yang diakui memiliki kapasitas sebagai mujtahid. Pendapat beliau dalam masalah ini antara lain dikemukakan oleh Sayyid Abu Bakar Syatha di dalam Hasyiyah I’anah al-Thalibin:
قوله (فرع) لو شهد برؤية الهلال واحد او اثنان واقتضى الحساب عدم امكان رؤيته ، قال السبكي: لا تقبل هذه الشهادة، لان الحساب قطعي والشهادة ظنية، والظن لا يعارض القطع
Artinya, “Jika satu orang atau dua orang bersaksi bahwa dia atau mereka telah melihat hilal sementara secara hisab hilal tak mungkin terlihat, maka menurut al-Subki, kesaksian itu tidak diterima karena hisab bersifat pasti. Sedangkan rukyat bersifat dugaan (zhanni). Tentu yang bersifat dugaan tidak bisa mengalahkan yang pasti.” Substansi dari pendapat ini ialah bahwa hisab menjadi dasar dalam rangka menafikan, tidak dalam rangka menetapkan.
الحساب حجة في النفي لا في الإثبات
Sayyid Abu Bakar Syatha mengomentari pendapat Imam al-Subki dengan mengatakan:
والمعتمد قبولها، إذ لا عبرة بقول الحسٌاب
Artinya, “Menurut yang muktamad, kesaksian tersebut diterima, karena pendapat ahli hisab tidak muktabar (tidak masuk hitungan).” Alasan Imam al-Subki :
(لان الحساب قطعي والرؤية ظنية)
untuk menolak rukyat ketika bertentangan dengan hisab perlu digarisbawahi kemudian ditarik ke kondisi saat ini di mana ilmu astronomi modern telah begitu maju dan akurasinya benar-benar meyakinkan (قطعي). Dengan ilmu ini, para ahli astronomi dapat memprediksi terjadinya gerhana beberapa ratus tahun sebelum terjadinya dengan sangat akurat menyangkut tahun, bulan, pekan, hari, dan jam, bahkan menitnya. Dengan begitu akurat (قطعي)nya ilmu astronomi saat ini maka rukyat yang semula bersifat dugaan kuat (مظنونة) ketika bertentangan dengan hisab turun menjadi sesuatu yang diragukan (مشكوك فيها), bahkan hanya bersifat asumsi saja (موهومة).
Pendapat imam al-Subki ini merupakan jalan tengah (المنهج الوسطي), sekaligus menjadi ajang perdamaian antara yang fanatik rukyat dan yang fanatik hisab. Jika pemerintah berpegang pada pendapat ini maka tidak perlu menyiapkan tenaga dan biaya yang cukup besar yang dibutuhkan untuk melakukan pemantauan hilal (الترائي)، ketika seluruh ahli hisab/astronomi bersepakat mengatakan bahwa hilal tidak mungkin dirukyat. (Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/mendamaikan-hisab-dan-rukyat-hilal-0N4eS)
MATHLA' WILAYATUL HUKMI DAN MATHLA' WILAYATUL MAKKAH (ARAB SAUDI)
Yang dimaksud dengan mathla' yaitu “saat terbitnya hilal di suatu wilayah (negara)'.
Mathla' Wilayatul Hukmi merupakan batasan geografis keabsahan rukyat dengan menjadikan batas-batas negara secara politik sebagai batasan keabsahan rukyat atau yang lebih dikenal dengan kesatuan dalam wilayah hukum. Seperti kesatuan wilayah hukum Indonesia, Brunai, Arab Saudi dan sebagainya.
Ada pun Mathla' Wilayatul Makkah (Arab Saudi) merupakan batasan geografis keabsahan rukyat dalam wilayah Makkah (Arab Saudi). Dalam hal penentuan idul adha sangat dipengaruhi oleh hari wukuf di 'Arafah.
Para ulama berijmak bahwa wukuf di Arafah adalah rukun haji paling utama. Dalil yang menyatakan keutamaan ini adalah sabda Rasulullah SAW:
الحجُّ عرفةُ
Artinya:"Haji adalah wukuf di Arafah." (HR at-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan an-Nasa'i).
Maka untuk menentukan hari atau tanggal wukuf di 'Arafah itu wajib berpatokan pada mathla' wilayatul Makkah (Arab Saudi). Dengan ditetapkannya tanggal wuquf di 'Arafah 9 Dzul Hijjah, maka secara otomatis hari raya idul adha jatuh pada hari berikutnya tanggal 10 Dzulhijjah.
Dengan alasan tersebut, maka sebaiknya penetapan hari raya idul adha di wilayah atau negara-negara lain berpedoman pada ketetapan pemerintah Arab Saudi tempat diselenggarakannya wukuf di 'Arafah.
KESIMPULAN :
1. Penentuan idul fitri dapat menggunakan metode hisab dan rukyatul hilal, dan dapat berpedoman pada mathla' wilayatul hukmi
2. Penentuan idul adha dapat menggunakan metode hisab dan rukyatul hilal dengan berpedoman kepada mathla' wilayatul Makkah ( Arab Saudi )
3. Metode hisab lebih diprioritaskan daripada rukyat hilal.
Wallahu a'lam.
Batam 10 Dzul Hijjah 1444 H / 28 Juni 2023
Pen. Hamzah Johan Albatahany
Posting Komentar